Laman

28 Feb 2011

Kopi Susu: Cerita di Akhir Februari

Sebenarnya, Hari ini nggak ada yang istimewa! hehe.. :) bangun tidur masih jam 6, solat subuhnya juga masih di kamar aja, matahari masih terbit dari timur, terus kasur masih berantakan seperti biasa, buntelan masih numpuk, lemari masih belum pantas disebut lemari, kamar juga tidak jauh dari berantakan, deretan buku juga masih hanya sebatas pajangan, jangankan dibaca ampe abis, berniat untuk ngabisin aja belum ada! haha *Koplak!*... padahal udah habis duit 800 pond! Owh tidak!

Terus, Kuliah juga masih seperti dua minggu terakhir, *masih liburan!* hehe :D, nggak tau kapan akan di mulai, mungkin karena ada kabar mau pergantian Syaikh yang baru, pengambilan beasiswa masih beberapa hari lagi, trus uang insentif *bener ga bahasanya?* juga masih lama, trus beasiswa di Je eS masih belum tahu kapan.

Namun ada satu hal yang buat penasaran, sebuah rasa *entah manis, asem, asin atau pedas* yang memang sejak dua tahun terakhir menghantui hari-hari, dari bangun tidur sampai tidur kembali, yang terkadang merasuki ketika bengong, ketika belajar, menulis, bahkan ketika ibadah! *Astaghfirullah!*

Kita lihat, apa yang akan terjadi di hari esok???

Sori! Postingan nggak jelas…. Karena memang sedang *nggak jelas!!* haha…. Ini lah salah satu postingan yang ane bilang sampah! Kalo liat di film-film, sobat pasti liat adegan seorang laki-laki sedang duduk di atas kursi, menghadap ke meja, dengan sebatang pinsil atau pulpen di tangannya, ketika ia mulai menulis, fikirinnya berubah, kertasnya dirobek, lalu dibuang sembarangan, lalu menulis lagi, robek, gulung-gulung, buang! Begitu seterusnya sampai kamar kotor berisi sampah kertas di mana-mana.

Atau adegan seorang laki-laki yang mondar-mandir di depan pintu ruangan bersalin, dengan puntung rokok di mulutnya, mondar-mandir kayak setrikaan, gak jelas, keringat campur asap dan bau obat sekitar ruangan itu, rokok habis, nyalain lagi… begitu seterusnya hingga terdengar suara tangisan bayi..

Juga adegan orang berdiri di jendela, menatap jam, lalu melihat ke sekeliling, kembali lagi ke jam tangan, lalu sekeliling, jam tangan, sekeliling….. begitu juga adegan di mobil, terjebak macet, pencet klakson, teriak, ngomel-ngomel sendiri, nongol dari jendela, lalu teriak teriak…pencet klakson lagi, keluar lagi, teriak lagi… begitu seterusnya…

Lalu adegan dua orang cowboy *Sapijantan?*, saling berhadapan, dengan dua tangan siap mengambil pistol dari sarung *pistol* masing-masing, sangat lamaa sekali, view berganti ke debu yang berterbangan, rumput gurun yang bergulung-gulung terbawa angin, lalu view berubah jadi “Jidat” si cowboy yang berkeringat dan alis mata beradu, lalu berganti lagi menjadi keadaan sekeliling, orang-orang melongo, mangap, menanti apa yang terjadi setelah ini, beberapa orang lelaki masih berusaha bangun dari atas tanah sambil memegang sudut bibir yang berdarah, atau mata yang bengkak, padahal kalau di dalam dunia nyata, hal itu terjadi kuran dari sepuluh detik, lalu Dor!.

Yang lebih lagi, adegan kecelakaan dimana ada mobil melayang di atas kepala dengan jarak sekian senti saja, dengan bola mata mengikuti mobil itu dan tak lupa mulut terbuka lebar dengan sedikit efek tetesan air keluar dari mulut, dan semua suara berubah menjadi lebih besar dan ngebass…. “aaaaaa”. Coba bayangkan! Kecelakaan mobil sebenarnya hanya memakan waktu sekian detik, namun terasa lamaa sekali.

Tambah lagi, ketika seorang pemain basket melemparkan bola ke dalam keranjak pada detik-detik terakhir. Biasanya viewnya dimulai ketika ia masih berlari, dan waktu menujukkan 5 detik tersisa, lalu terus berlari hingga mendekati garis 3 point, lalu wuss!!! Semua orang melongo, pandangan tertuju pada bola, semua penonton berdiri, wasit sudah mengumpulkan udara di pipi, semuanya menarik nafas, view berpindah dari sudut penonton yang satu ke yang lainnya, coba dihitung, dari view angka 5 detik tersisa tadi hingga kini berapa menit yang terpakai, tapi bola masih belum masuk, untuk menambah dramatisir, adegan bola ditambah dengan memantul ke papan ring, lalu memutar dua atau tiga putaran di atas ring, semuanya masih terdiam…. Oh tidak!
Rutinitas yang membosankan….

Itu tadi hanya perumpamaan, sedikit ada hubungannya dengan apa yang ane rasakan sekarang, tapi emang nggak se”lebay” yang dituliskan di atas, hehe, dan memang mungkin ada yang ditunggu pada hari esok…
Apakah gerangan? Haha…. ^_^


26 Feb 2011

Kopi Susu: Keilmuan Al-Azhar diragukan? Tunggu dulu....!!!

Sobat! Tidak ada hal yang boleh kita sesalkan di dunia ini, bahkan bersyukurlah! Karena mungkin dari sesuatu yang kita jalani, meskipun itu tidak menyenangkan, pasti ada sisi baiknya! Meskipun kita tidak tahu kapan akan menyadarinya atau apa sisi baik dari hal itu.

Pertama, ane bersyukur, dengan izin Allah, bisa merasakan berdiri di tengah-tengah sebuah kampus tertua di dunia, yang konon *katanya* di barat aja belum ada kampus ketika Al-Azhar berdiri. Memang, dengan membawa nama Al-Azhar di jidat, berarti membawa tanggung jawab yang besar juga, selain pasti akan dipertanggungjawabkan di rumah nanti, mendapatkan ilmu ‘standar’nya mahasiswa Al-Azhar pasti sangatlah sulit! Itulah yang dinasehatkan oleh ayahku, ayah nomer satu di Dunia!

Bersyukur, karena Mesir adalah negara yang sangat menghargai perbedaan, meskipun mereka masih memiliki rasa *rasis*, tapi kita tidak akan membahas itu di sini… hehe. Yang ane lihat dari Mesir, Mesir adalah negara yang berperadaban tua, setelah dijajah oleh beberapa bangsa diantaranya kerajaan Byzantium, lalu Kerajaan Islam, dan Inggris, lalu terjadi berbagai macam pergantian kekuasaan dan sebagainya. Begitu juga dari segi ideologi Islam, aliran Syi`ah pernah berkembang pesat di negeri ini, pada masa itulah Al-Azhar berdiri, lalu alirannya berganti lagi menjadi dominasi Sunni. Dan juga madzhab Imam Laits pernah berkembang di sini, lalu diteruskan dengan kedatangan imam Syafi`i ke Mesir dan mengajarkan ilmunya, dan banyak juga pengikut madzhab Maliki dan Hanbali yang tersebar di sini.

Intinya, dengan pengalamannya menghadapi berbagai macam perbedaan yang ada di dalamnya, Mesir membuka tangannya lebar-lebar dalam menghargai segala macam perbedaan itu. Ane bersyukur, karena bisa mendapatkan jawaban dari berbagai pertanyaan yang selama ini membusuk di tempurung kepala tentang banyak hal.

Dalam fiqh misalnya, *karena jurusan ane emang di sana*, kita akan dikenalkan tentang perbedaan para ulama dalam memahami suatu permasalahan, kita dilatih untuk peka terhadap apa yang kita anggap benar dengan melihat dalil-dalil yang menjadi rujukan masing-masing, dan tidak ada pemaksaan kita HARUS mengikuti salah satu di antara perbedaan pendapat tersebut.

Tidak terasa, secara tidak langsung ane telah masuk ke dalam perang ideologi antara dua negara yang telah berseteru kurang lebih sejak abad delapan belas masehi, yaitu Arab Saudi dengan paham salafinya dan Mesir dengan pemahaman moderatnya. Mungkin di antara sobat ada yang pernah bilang atau dibilangin “kenapa mengambil ilmu di Mesir yang ilmunya masih ‘diragukan’ tapi bukannya di Madinah yang sudah diakui?”, apa jawaban ane?

Satu! Seperti yang disebutkan di atas, Mesir khususnya Al-Azhar mengajarkan kita tentang menghadapi perbedaan, mengajarkan agar menghargai perbedaan, mendengan pendapat orang lain tanpa menyalahkannya, memilih dengan keyakinan sendiri pendapat yang paling pas dengan hati nurani, dan tidak ada paksaan untuk mengikuti suatu paham dan menyalahkan yang lain. Kalau di lihat, ketika kita shalat di masjid, maka kita akan temukan berbagai macam orang shalat dengan cara madzhab yang mereka pelajari masing-masing, dan pastinya itu semua berdasarkan dari ijtihad ulama mereka dalam memahami sumbernya.

Dua! Tidak ada pembatasan dalam mencari ilmu, segala macam thariqoh sufi ada di sini, segala madzhab ada di sini, dari talaqqi hadits, fiqh, Qur’an, Qiro’at, dan lainnya. Buku dijual bebas, dari buku berfaham salafi, syi`ah, sunni, atau yang lainnya, bahkan dijual murah dan memang mendapatkan subsidi dari pemerintah! Tidak ada pembatasan kita dilarang membeli buku dari pengarang ini atau itu, dan tidak ada penentuan kita harus membeli dari percetakan ini dan dilarang membeli dari percetakan itu.

Tiga! Jika memang Mesir masih diragukan keilmuannya, maka orang yang meragukan itulah yang harus diragukan keilmuannya. Bagaimana sebuah pusat ilmu yang masih berdiri hingga kini, didatangi para pelajar dari seluruh dunia, dengan perpustakaannya, doktor-doktornya, dan segala sesuatunya, masih diragukan keberadaannya? -dibalik segala macam kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa dan sistem belajar yang tradisional-.

Empat! Di samping Al-Azhar sebagai pusat ilmu di negeri ini, banyak juga terdapat halaqah-halaqah keilmuan yang masih berpegang teguh dengan sistem sanad, entah itu sanad hafalan atau hanya sebatas membaca atau mendengar. Maka akan kita temui halaqah yang mengajarkan kitab-kitab fiqh madzhab Syafi`i dengan sanad yang bersambung hingga pengarang kitabnya, bahkan bersambung kepada Imam Syafi`i, begitu juga shahih Bukhari, Muslim, Riyadusshalihin, Adzkar, dan masih banyak yang lainnya *yang ane juga kurang tahu banyak*.

Lima! Jika benar Arab Saudi diakui akan keotentikan ilmunya, apakah telah diadakan telaah dari segi sejarah mengenai pergolakan ideologi semenjak zaman Imam Malik hingga ada perebutan kekuasaan daerah hijaz antara Turki Usmani dan kerajaan Saud dengan tersebarnya paham salafi dan penghapusan paham lainnya di daerah hijaz hingga banyak korban berjatuhan karena perbedaan ideologi ketika abad itu? Kalau misalkan, mempelajari ilmu Imam Syafi`i di Mesir berarti telah menjauh dari ‘manhaj’ Rasulullah dan salafussalih? Bukankah Imam Syafi`i belajar kepada bermacam ulama di antaranya Imam Malik? Lalu Imam Malik belajar kepada banyak ulama diantaranya Imam Nafi` bekas budak sekaligus murid dari Abdullah bin Umar, lalu Abdullah bin Umar belajar dari Rasulullah dan beberapa sahabat yang dituakan?

Maka, tidak ada yang mengetahui kebenaran yang benar-benar diterima oleh Allah kecuali Allah sendiri, tidak ada hak bagi kita untuk menghukumi sesuatu dengan salah lalu menegaskan bahwa ibadahnya tidak akan berpahala, maka siapakah yang memberi pahala? Kita kah? Selama tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan secara umum, maka tidak ada salahnya jika kita menghargai pendapat orang lain! Selama masih mengambil dari Al-Qur'an dan Hadits, kenapa mesti dihukumi salah?

Intinya, semakin banyak ilmu yang kita dapat, semakin banyak sumber yang kita terima, dan semakin banyak pengalaman yang kita alami, maka kita akan semakin bijak. Semoga kita diberi kekuatan tanpa lelah dalam menyelami ilmu Allah yang takkan habis hingga kita tiada, dengan tetap berharap selalu berada di dalam petunjukNya dan dalam lindunganNya. Semoga ilmu yang kita pelajari bermanfaat di dunia dan di akhirat. Amin!


25 Feb 2011

Susu Coklat: Aku Rindu Kamu Ibu...

Ibu, hidup ini tidak seperti ketika aku kecil dulu,
Ketika kau cium keningku di saat aku sakit,
Ketika kau obati lukaku ketika terjatuh,
Ketika kau usap air mataku ketika menangis…

Ibu, anakmu kini sudah tumbuh,
Entah apakah makin berbakti atau durhaka,
Tapi air mata ini tak kunjung jatuh lagi untukmu,
Padahal setiap detik kurasakan sejuk air matamu…

Ibu, masih kuingat ketika kumencuri uang dari tasmu,
Membuang nasi di bawah kursi ketika tak ku makan,
Menghilang dari rumah hanya tak ingin dengar celotehmu,
Ketika kuberlari dibelakang becak yang membawamu melahirkan adik-adikku…

Ibu, di belahan dunia yang lain aku merindukanmu,
Apakah karena jarak memisah, baru rasa sayang itu datang?
Padahal ku tahu, meski tak kau ucapkan, Sayangmu kalahkan sinar matahari,
Di sini, detik ini, ingin ku bersujud di hadapmu…

Ibu, maafkan jika nasehatmu hanya selintas,
Jika semua kehawatiranmu tak kuhiraukan,
Jika semua rindumu tak kurasakan,

Ibu, jika saja Tuhan membolehkan, Engkaulah yang kan kusembah setelah Ia dan RasulNya

24 Feb 2011

Susu Coklat: Cahaya Dua Puluh Enam

Apalah guna prasangka buruk, jika akhirnyapun terasa
Angin segar sejukkan jiwa kering kerontang berserakan
Tiada salah bila maaf berucap, meski dampaknya tak terasa

Manusia memang bebal, keras kepala dan dungu
Sekali tertiup angin segar terenyuh
Padahal masih banyak angin dengan bermacam jenisnya.

Kembalilah ke malam dengan gelapnya
Kegelapan malam dan gelapnya kehidupan malam
Malam pun butuh cahaya terangkan dirinya
Cukuplah purnama tengah bulan terangkan.

Namun sayang, purnama itu pun hanya muncul tiga malam
Dan tersisa dua puluh enam remang-remang.
Kalau Ia berkehendak, kau lah cahaya dua puluh enam malam itu…


23 Feb 2011

Kopi Susu: SebuahCerita di DuaTigaPebruariDuaRibuSebelas

Sobat! Hari berganti hari, taunya musim dingin sudah mulai meninggalkan daratan utara, giliran matahari merangkak naik meninggalkan tempatnya selama 4 bulan di selatan. Kini, kehidupan yang agak baru dimulai, setelah sebulan berjuang ditengah-tengah “perang dingin” melawan ujian dan suhu yang menggigit jari-jari kaki.

Tak terasa, setelah perang dingin selesai, kita disuguhkan dengan perang ideologi, antara “keras kepala”nya orang arab dan keras kepalanya “presiden” Mesir…. Siapa yang lebih keras? Haha, mungkin sobat sendiri sudah bisa menebak bagaimana kalo dua kubu sama-sama keras bertemu.

Alhamdulillah, situasi negara Mesir ini udah mulai stabil, kita bisa bebas keluyuran lagi tanpa takut diperiksa militer atau bahkan ditangkap, tidak terkurung di kamar seperti dua minggu terakhir. Terima kasih kepada teman-teman yang telah mengkhawatirkan keadaan kami di sini, terhusus kepada ibu tercinta atas segala doa dan segala hal yang tak mungkin bisa kubalas meski setiap hari kuhabiskan umurku untuk membalasnya.

Beberapa teman *hanya sekian dari duaribu sekian* ane pada pulang, namun mereka sedang waswas karena ada keputusan dari pihak asrama bahwa mahasiswa yang pulang karena kerusuhan dan belum kembali setelah satu minggu dimulainya kuliah maka mereka akan dikeluarkan!! Pertanyaan yang kini beredar di kalangan mahasiswa di Mesir adalah “Kapan perkuliahan dimulai lagi?”

“Kapan?” kalau pertanyaan ini ditujukan kepada ane, ane jawab “tumben nanyain kuliah! Ntar kalo udah mulai juga bakalan males kuliah!” haha… dasar! Tanpa memungkiri, terkadang ane juga malas kuliah, apalagi kalo udah masuk jam pelajaran ketiga, jam menunjukkan pukul satu siang, dimana pembagian jatah makanan di asrama, dan cacing-cacing unjuk rasa meminta revolusi, pilihannya antara melanjutkan kuliah dengan resiko “Penggulingan Pemerintahan” oleh cacing perut atau sebaliknya mengikuti keinginan mereka dan meninggalkan jam terakhir, dan mungkin kalian tau apa yang pasti ane ambil… hehe

Mungkin ini yang disebut dengan kekurangan dibalik setiap kesempurnaan. Mahasiswa Indonesia di Mesir bisa dibilang sangat banyak, meski jumlahnya masih kalah dengan mahasiswa Malaysia, tapi dengan jumlah yang banyak itu, apakah prestasi yang didapat sebanding dengan jumlah mahasiswanya? Dan tidak bisa dipungkiri, ketika kita memasuki kawasan “Ibu Kota” propinsi terluar Indonesia, *IndoTown! Kalo di Amerika akan kita temukan China Town* kehidupan belajar yang terbayangkan oleh orang akan sirna dengan bayangan kehidupan mencari kehidupan, entah di restoran kecil, jasa travel, hingga jasa pencucian pakaian.

Ane nggak berniat menyinggung, atau sok tau dengan keadaan, tapi beginilah keadaan yang ane baca dari “kehidupan Intelektualitas” mahasiswa Indonesia di Mesir, kita lebih semangat untuk berorganisasi daripada mengidupkan tujuan utama. Ane tinggal di asrama, secara geografis lebih dekat ke kuliah daripada ke “Ibukota”, dan merasa ketika mulai disibukkan dengan organisasi yang otomatis membutuhkan perjalanan satu jam dengan menunggu bis dan macetnya, kenapa kuliah yang menjadi kewajiban malah jadi tertinggal?

Pukulan keras itu terasa ketika bulan Desember tiba, persiapan menghadapi “Perang Dingin” yang tidak siap, sangat terasa ketika waktu empat bulan terbuang di organisasi yang *mungkin* ane pun belum merasakan kemajuan apa yang telah ane dapat selama empat bulan itu. Memang, ane tidak bisa menyalahkan organisasi atau orang yang ada di dalamnya, karena ikut organisasi atau tidak, kuliah atau tidak, itu kembali kepada minat masing masing. Tapi sekarang ane telah tentukan tujuan.

Ibu, maafkan jika selama ini aa masih belum bisa menjalankan semua nasehatmu, Ayah, maafkan jika anggukanku waktu itu masih sekedar kode agar engkau menghentikan nasehatmu, maafkan anakmu yang durhaka ini, semoga kita tetap berada di dalam lindunganNya hingga kita ditemukan kembali di alam sana.


Susu Coklat: Jika Kau Merindukanku....

Jika kau merindukanku,
Sampaikan salammu pada purnama empat belas, agar ia sampaikan resahmu padaku, biar terasa rintihan tangismu di detik terakhir sembah sujudku, dan terdengar merdu suaramu dalam bisingnya kota Cairo sendu.

Jika kau merindukanku,
Pegang erat gantungan kunci kehidupan yang kuberikan padamu, asal kau tahu, aku juga selalu menggenggamnya erat, tak kan kulepas hanya demi senyuman bidadari selainmu.

Jika kau merindukanku,
Duduklah di sana! Mintalah padaNya! Karena aku juga selalu meminta kepadaNya agar kau selalu di sana, terjaga dari segala bisikan menggoda nurani, terhalang dari pandangan tipu duniawi.

Jika kau merindukanku,
Maafkan aku jika memang itu karenaku, karena memang telah lama kutersiksa dengan angan-angan abstrak tak jelas ini, sejak dulu namamu di setiap desahan nafasku, tak hanya bualan kosong, pasti Diapun cemburu karena perasaan ini menyamai perasaanku kepadaNya.

Dan jika kau merindukanku,
Yakinlah karena suatu saat waktu itu pasti akan tiba, dimana kukalungkan semua dunia dan isinya di lehermu, kau sandarkan segala keluh kesahmu di pundakku, kubelai rambutmu hingga kau habiskan hidupmu disitu.

Jika saja…..


Kopi Panas: Masalah Khilafiyah telah memalingkan kita dari tujuan utama…

Perbedaan pendapat adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri lagi dalam hidup ini, karena Allah telah menciptakan kita dengan berbagai macam suku, bangsa, watak dan kemampuan yang berbeda-beda. Jika diumpamakan, maka perbedaan itu bagaikan pelangi indah yang terdiri dari berbagai macam warna. Namun apakah benar perbedaan adalah rahmat ?

Terdapat perbedaan pendapat tentang perkataan ini, apakah benar memang ia berasal dari Rasulullah atau bukan. Beberapa ulama telah menelaah bahwa perkataan ini tidak bisa dinasabkan kepada Rasulullah saw. karena belum ditemukan di dalam kitab-kitab kumpulan hadits yang telah tersusun sejak abad ke 3 hijriyah. Namun, apakah jika memang perkataan ini tidak berasal dari Rasulullah, namun berasal dari salah seorang ulama salaf, maka tetap kita menganggapnya sebagai hadits palsu karena telah dinasabkan kepada Rasulullah?

Jika kita telaah lebih dalam, maka akan kita lihat bahwa kata perbedaan tidak bisa disamakan dengan kata perselisihan. Jika kita maknai kata ‘ikhtilaf’ dengan perbedaan, maka bisa saja perbedaan adalah rahmat, karena berbeda merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihindari. Jika dilihat dalam kaca mata sejarah, maka perbedaan pendapat tidak hanya akan kita temukan ketika abad ke-2 yaitu ketika bermunculannya aliran-aliran dalam ilmu fiqh, namun akan kita temukan bahkan sejak masa para sahabat, di mana Rasulullah saw. masih berada di antara mereka. Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, diceritakan bahwa ia dan para sahabat melakukan perjalanan bersama Rasulullah di dalam bulan Ramadhan, sebagian dari mereka membatalkan puasa mereka, dan sebagian yang lain meneruskan puasanya, namun tidak ada saling mencela di antara satu sama lain , kalaupun Rasulullah berkehendak ketika itu, maka ia akan menentukan apakah para sahabat yang berpuasa harus membatalkan puasa mereka atau tidak, atau mencela siapa yang membatalkan puasanya, namun Rasulullah tidak melakukannya.

Maka, ikhtilaf di sini, jika dimaknai dengan perbedaan, maka ia bisa menjadi rahmat ketika setiap orang bisa menggunakan pendapatnya masing-masing, tidak saling mencela antara satu dengan yang lainnya, dan tidak memaksakan orang lain untuk mengikuti pendapat dan pemahaman yang lainnya. Kita pun tidak diwajibkan untuk mengikuti suatu pendapat di antara berbagai macam perbedaan yang ada, kita hanya diwajibkan untuk menjalankan perintah agama dengan tata cara yang telah dirincikan dalam Hadits Rasulullah. Namun pertanyaannya mampukah kita untuk mencarinya langsung dari sumbernya? Banyak orang yang mencela siapa saja yang berpegang teguh kepada salah satu madzhab atau aliran dalam beribadah bahkan mereka mewajibkan agar kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits. Secara tidak langsung berarti mereka mewajibkan kepada setiap orang untuk berijtihad, padahal tidak semua orang bisa mencapai derajat itu, bahkan banyak di sekitar kita yang masih memiliki pengetahuan sangat minim dalam agama, jika ijtihad diwajibkan kepada mereka, maka apa bedanya dengan menceburkan seorang anak kecil ke tengah laut agar ia bisa berenang?

Para ulama, khususnya imam madzhab yang empat adalah orang yang telah diakui kemampuannya dalam berijtihad, oleh karena itulah ilmunya tetap dipelajari hingga sekarang. Masalah perbedaan pendapat di antara mereka, kita hanya dianjurkan untuk mengambil pendapat yang memang membuat kita tenang dalam beribadah.

Misalnya dalam masalah bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, menurut madzhab Syafi`i dan Hanbali adalah membatalkan wudlu sedangkan menurut Maliki dan Hanafi tidak membatalkan wudlu, tidak ada pemaksaan untuk mengikuti pendapat ini atau itu, pendapat manakah yang lebih membuat kita tenang dalam ibadah, maka itulah yang kita ambil, jika memang kita khawatir apabila bersentuhan kulit itu ternyata membatalkan wudlu maka kita mengambil madzhab Syafi`i atau Hanbali, begitu juga di dalam masalah yang lainnya. Kita tidak bisa menghakimi mana yang salah dan mana yang benar, karena yang mengetahui hal itu hanyalah Allah semata, jika Ia berkehendak maka semuanya bisa jadi benar, atau bisa jadi semuanya salah.

Jika kita meyakini perbedaan adalah rahmat, maka bukan berarti meyakini persatuan adalah adzab, karena dari segi bahasa pun kedua kalimat ini tidak bisa disatukan dalam bab ‘kata yang berlawanan’ begitu juga dari segi kenyataannya, apakah benar para imam madzhab diadzab karena perbedaan pendapat mereka? Malah sebaliknya, ilmunya masih digunakan hingga saat ini, dan kaum muslim masih selalu mendoakan mereka.

Makna yang kedua dari kata ikhtilaf adalah perselisihan. Perselisihan sangat berbeda dengan perbedaan. Perselisihan adalah perbedaan yang menganggap salah satu lebih unggul dari yang lainnya, merasa lebih benar, lebih berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan hadits, merasa lebih mendapatkan ridha Allah dari yang lainnya. Maka jika kita maknai kata ikhtilaf dengan perselisihan, maka bukanlah rahmat yang akan timbul darinya, bahkan adzab berupa perpecahan, saling menyalahkan, saling menuduh bahkan mengkafirkan. Tidak semua kebenaran adalah satu, jika kita masukkan kata “Kebenaran adalah satu dan sisanya adalah kebatilan” ke dalam ranah tauhid, dalam masalah ini adalah ketuhanan dan kenabian, maka kata ini tidak perlu dibantah lagi, karena barang siapa yang meyakini ada tuhan selain Allah atau ada Nabi setelah Nabi Muhammad maka ia telah keluar dari agama Islam secara mutlak, karena telah merusak pondasi agama. Namun jika perkataan ini kita masukkan ke dalam koridor khilafiyah, seperti fiqh atau yang lainnya, maka tidak bisa kita terima karena setiap masing-masing memiliki pendapat dan dasar yang kuat dari Al-Qur'an dan Hadits.

Kenyataan yang terjadi sekarang, kita telah meninggalkan hal-hal yang seharusnya kita perdalami lebih dahulu dari pada masalah khilafiyah, sangat ironis jika seorang mahasiswa apalagi dari Universitas Islam ternyata masih belum bisa membaca Al-Qur'an dengan benar, masih belum bisa beribadah dengan benar, bahkan shalat atau puasanya pun tidak dilaksanakan seutuhnya, namun sudah membicarakan tentang bermadzhab itu bid`ah atau bukan, tasawuf dan filsafat mengantarkan kepada kesesatan atau tidak, mencukur jenggot itu haram atau tidak, dan berbagai permasalahan yang lain yang jika kita teliti lebih dalam lagi, para ulama sejak dulu telah membahasnya dan telah memberikan pendapat masing masing, dan buktinya, apakah dari perbedaan itu telah kita temukan titik temu?

Maka hendaklah kita koreksi kembali diri kita, sudahkah kita melaksanakan apa yang memang seharusnya kita laksanakan? Apakah kita memang pantas untuk menyalahkan pendapat orang lain sedangkan diri kita saja masih memiliki banyak kekurangan? Apakah kita bisa menjamin bahwa orang yang kita salahkan pendapatnya justru pendapat itulah yang diterima oleh Allah swt? Semoga kita selalu mendapatkan petunjuk dan kemampuan untuk memperdalami ajaran agama ini. Hanya Allah lah tempat kita berlindung dan berharap.


18 Feb 2011

Teh Manis: Keutamaan Ilmu dan Kewajiban Penuntut Ilmu dalam Kitab Ihya Ulumuddin

Tidak dipungkiri lagi, bahwa ilmu adalah segalanya di dalam kehidupan kita di dunia ini, secara naluri, orang akan lebih melihat kepada orang yang berilmu dari pada orang yang tidak berilmu. Di dalam sya`ir dikatakan “Orang yang berilmu akan dianggap besar meskipun ia masih kecil, dan orang bodoh akan dianggap kecil meskipun ia telah berumur tua.

Kitab Ihya `ulumuddin adalah salah satu karya Imam Besar Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, yang menjadi rujukan dalam berbagai macam ilmu salah satunya adalah ilmu tasawwuf, di dalamnya terdapat kutipan-kutipan dari Al-Qur'an, Hadits, perkataan sahabat, perkataan ulama dan nasihat-nasihat dari beliau sendiri. Di antara dalil Al-Qur'an yang menegaskan keutamaan ilmu dalam kitab ini adalah:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ الَّذِينَ أُوتُوا العِلْمَ دَرَجَاتٍ - المجادلة : 11

Artinya: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan derajat orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.

قُلْ هَلْ يَستَوِي الَّذِيْنَ يَعلَمُونَ وَ الَّذِينَ لاَ يَعْلَمُوْنَ - الزمر : 9

Artinya: Katakanlah (hai Muhammad) apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ - فاطر : 28

Artinya: Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadanya hanyalah para ulama.

وَ تِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَ مَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ العَالِمُونَ - العنكبوت : 43

Artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, dan tidak ada yang dapat memahaminya kecuali orang yang berilmu.

Dan dari Hadits:

أَفْضَلُ النَّاسِ المُؤْمِنُ العَالِمُ الَّذِيْ إِنْ احْتُيِجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَ إِن اسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ *1

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah orang beriman yang berilmu, yang jika ia dibutuhkan maka ia bermanfaat dan jika tidak dibutuhkan ia tetap bermanfaat bagi dirinya.

الإِيمَانُ عُرْيَانٌ وَ لِبَاسُهُ التَّقْوَى وَ زِيْنَتُهُ الحَيَاءُ وَ ثَمْرَتُهُ العِلْمُ *2

Artinya: Iman bagaikan telanjang, dan pakaiannya adalah takwa, hiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.

أَقْرَبُ النَّاسِ إِلَى دَرَجَةِ النُّبُوَّةِ أَهْلُ العِلْمِ وَ أَهْلُ الجِهَادِ , أَمَّا أَهْلُ العِلْمِ فَدَلَّوا النَّاسَ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ وَ أَمَّا اَهْلُ الجِهَادِ فَجَاهَدُوا بِأَسْيَافِهِمْ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ *3

Artinya: Orang yang memiliki derajat paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang yang berilmu dan orang yang berjihad, orang berilmu telah menunjukkan manusia kepada (agama) yang dibawa oleh para Rasul, dan orang yang berjihad telah berjuang dengan pedang mereka demi agama yang dibawa oleh para Rasul.

يَشْفَعُ يَومَ القِيَامَةِ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ العُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ *4

Artinya: Orang yang akan memberi syafa`at di hari kiamat adalah para Nabi lalu para ulama dan para syuhada.

قال ابن عباس : لِلْعُلَمَاءِ دَرَجَاتٌ فَوْقَ المُؤْمِنِينَ بِسَبْعِ مِائَةِ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ سَبْعُمِائَةُ عَامٍ *5

Ibnu Abbas berkata, “Para ulama memiliki derajat di atas kaum mukminin sebanyak tujuh ratus derajat, dan jarak di antara dua derajat sama dengan perjalanan tujuh ratus tahun.

Imam Ghazali menambahkan, para penuntut ilmu diwajibkan atas tujuh perkara, yaitu:

1. Ia harus mengedepankan perbaikan pada dirinya sebelum memperbaiki orang lain, mempraktekkan ilmunya kepada dirinya sendiri sebelum mengajarkannya kepada orang lain.

2. Ia harus menyendiri, menjauhkan dirinya dari berhubungan dengan orang-orang terdekatnya agar fikirannya terfokus kepada ilmu. Maka ilmu tidak akan mendatanginya secara keseluruhan kecuali jika ia mendatanginya secara keseluruhan.

3. Tidak menyombongkan dirinya dengan ilmu yang ia miliki. Bahkan ia diwajibkan untuk selalu rendah hati dan menghormati orang lain yang berada di atasnya. Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa Ibnu Abbas mendekatkan keledainya untuk dinaiki oleh Zaid bin Tsabit, lalu ia berkata “Janganlah keu lakukan itu hai sepupu Rasulullah!”, lalu Ibnu Abbas berkata “Kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama dan orang yang terhormat seperti ini (dengan baik)” maka Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas dan berkata “Baginilah kami diperintahkan untuk menghormati keluarga Rasulullah saw.”

4. Agar menjauhkan dirinya dari pertentangan dan perselisihan pendapat, karena perselisihan dan perbedaan pendapat akan membuatnya kaget dan bingung, dan ia akan melupakan apa yang seharusnya ia capai.

5. Tidak meninggalkan suatu cabang ilmu hingga mendapatkan inti dan tujuan dari ilmu tersebut, jika ia memiliki umur yang panjang, maka ia akan mendapatkannya, dan jika ia merasa umur tidak akan mencukupinya, maka hendaklah memilih hal yang lebih penting dahulu, dan itu hanya dapat dilakukan setelah mempelajari dasar dari berbagai macam cabang ilmu.

6. Hendaknya mendahulukan ilmu yang dapat menjamin kehidupannya di akhirat kelak, hal ini telah dianjurkan oleh Rasulullah saw. lalu diteruskan oleh para sahabat dan para ulama sufi, namun sayangnya, hal ini dianggap kebanyakan orang hanya sebagai kicauan para ulama sufi saja.

7. Agar meniatkan dalam mencari ilmu untuk menambah kedekatannya dengan Allah swt. lalu dengan para ulama dan guru-gurunya, dan tidak bermaksud untuk mencari ketenaran, kepemimpinan, kedudukan. Barang siapa yang bertambah ilmu dan tidak mendapatkan petunjuk, maka ia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali jarak yang jauh dari Allah swt. Orang yang terbaik adalah orang yang berilmu, mangamalkan ilmunya dan mengajarkannya.

Semoga kita termasuk orang yang berilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya, Semakin bertambahnya ilmu kita, semakin bertambah cinta kita terhadap Allah, RasulNya, para sahabat, para ulama dan guru-guru kita, semakin bertambah pula rasa haus akan ilmu dan dijauhkan oleh Allah dari perasaan sombong dan angkuh.

اللّهمّ انفعنا بما علّمتنا وعلّمنا ما ينفعنا وارزقنا علوما تنفعنا في الدّين و الدنيا و الآخرة. آمين.

Ya Allah, jadikanlah kami bermanfaat dengan ilmu yang telah engkau ajarkan kepada kami, ajarilah kami ilmu yang bermanfaat dan berkatilah kami dengan ilmu yang bermanfaat bagi kami di dalam agama ini, di dunia dan di akhirat. Amin.
*********
1. HR. Imam Suyuthi dalam Jam`u Al-Jawami` no. 3796; Al-Hafidz Al-`Iraqi dalam Al-Mughni no. 6/1.
2. HR. Ibnu Abi Syaibah no. 191/7; Al-Hindi dalam Kanzu Al-`Ummal no. 87; Ibnu Asy-Syajari dalam Al-Amali no. 36, 15/1.
3. HR. Adz-Dzahabi no. 524/17.
4. HR. Ibnu Majah no. 4313; Al-Khotib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh no. 177/11.
5. HR. Al-Hindi no. 28797.



Kopi Panas: Fatwa Imam Ali Jum`ah tentang maulid nabi

Pertanyaan : Apakah peringatan Maulid Nabi sebuah Bid`ah atau bukan?

Jawaban:

Sebelum menuju inti permasalahan, apakah peringatan Maulid Nabi bid`ah atau bukan, perlu kita jelaskan dahulu pengertian dari bid`ah. Bid`ah adalah suatu hal yang baru dalam agama dan tidak ada dasarnya di dalam syari’at, dan bertentangan dengan kaidah syari`at yang telah ada. Dan jika hal itu tetap memiliki dasar dari syari`at dan tidak bertentangan dengan syari`at yang telah ada, maka itu bukanlah bid`ah.

Sayyidina `Umar bin Khattab ra. adalah yang mulai mengumpulkan penduduk Madinah untuk mengerjakan shalat tarawih bersama di masjid dengan seorang yang mengimami, padahal sebelumnya kaum muslimin mengerjakannya sendiri-sendiri di rumah mereka masing-masing, maka ia melihat ada keutamaan jika mengerjakannya bersama kaum muslimin yang lain di masjid. Diriwayatkan dari Ubay bin Ka`ab, bahwa setelah Umar mengumpulkan kaum muslim untuk mengerjakan shalat tarawih bersama, ia berkata “Ini adalah sebaik-baiknya bid`ah”(1) . Hal ini memang dinamakan bid`ah secara bahasa, karena merupakan hal baru yang dulunya ditinggalkan oleh Rasulullah saw. namun Sayyidina Umar melihatnya sebagai bid`ah yang baik dan terpuji (hasanah).

Tidak semua bid`ah adalah sesat, karena bid`ah yang sesat adalah yang bertentangan dengan agama. Allah swt. memperintahkan kita untuk berpuasa di siang hari pada bulan Ramadhan, lalu memperintahkan juga untuk menghidupkan malam-malam di dalamnya, lalu memuji orang yang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan imbalan ampunan dari Allah swt. dan perintah ini ditekankan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya “barang siapa yang berpuasa pada siang hari Ramadhan, dan menghidupkan malam-malamnya, maka ia telah diampuni oleh Allah swt.(2) Maka, kata “telah diampuni” menunjukkan bahwa menghidupi malam-malam Ramadhan adalah perbuatan terpuji, maka Sayyidina Umar mengumpulkan mereka lalu mengerjakan shalat tarawih bersama sebanyak 20 rakaat.

Dan di setiap 4 rakaat, mereka melakukan thawaf mengelilingi ka`bah sebanyak 7 putaran. Dinamakan salat tarawih, karena berasal dari kata ‘Irtaha’ berarti puas atau senang, dan kaum muslim ketika itu melaksanakan shalat dan thawaf dengan senang hati, hal itu berlangsung semenjak pertama kali dikumpulkan oleh Umar ra. maka ketika pada zaman Imam Malik di Madinah, penduduk medinah merasa cemburu dengan hal itu, mereka berkata : “Jika kita melaksanakannya dalam 20 rakaat, dan penduduk Mekah mengerjakannya 20 rakaat lalu ditambah dengan thawaf di setiam 4 rakaat, maka mereka akan mendapatkan pahala yang lebih banyak dari kita, maka kita ganti tawaf di ka`bah setiap 4 rakaat dengan 4 rakaat, jadi shalat tarawih di Madinah sebanyak 36 Rakaat.

Apakah hal ini adalah sebuah bid`ah? Jawabnya, Bukan! Kenapa? Karena menghidupkan malam dalam bulan Ramadhan adalah hal yang terpuji dan dijajnikan pahala bagi yang mengerjakannya, meskipun Rasulullah dan para sahabat tidak melakukannya pada masa-masa awal keislaman. Rasulullah meninggalkan shalat tarawih berjamaah di masjid, adalah untuk meringankan umatnya, agar tidak dianggap sebagai sebuah kewajiban oleh umatnya setelah beliau wafat, sedangkan umat islam diperintahkan untuk mengikuti jejak Rasulnya. Dan Rasulullah juga tidak mencela orang-orang yang mengerjakannya berjamaah di masjid, bahkan Rasulullah pun terkadang shalat bersama mereka di masjid dan terkadang mengerjakannya sendiri di rumahnya, hal ini menunjukkan bahwa shalat tarawih berjamaah adalah diperbolehkan.

Rasulullah saw. pernah bermimpi mendengar suara sandal Sayyidina Bilal bin Rabbah di surga, lalu beliau menanyakannya kepada Bilal apa yang menyebabkan ia memiliki derajat tinggi di surga, dan ia menjawab “demi Allah, aku tidak mengetahuinya wahai Rasulullah, aku hanya mengerjakan shalat dua rakaat di setiap selesai berwudlu” .(3) Dari sini bisa kita lihat bahwa shalat Bilal telah mendapatkan balasan dari Allah swt. sebelum mendapat keputusan dari Rasulullah saw, padahal ia telah melakukan sesuatu dalam ibadah yang Rasulullah pun tidak melakukannya.

Jadi, bagaimana Sayyidina Bilal mendapatkan pahala, padahal ia telah melakukan hal yang tidak pernah Rasulullah kerjakan? Karena berwudhu adalah hal yang diperintahkan oleh agama di setiap shalat, dan shalat sunnah juga adalah hal yang dianjurkan dalam islam, maka jika kita mengumpulkan kedua hal itu dan meskipun Rasulullah dan sahabat yang lainnya tidak pernah menjalankannya, tetaplah kita berada di dalam agama islam dan tetaplah kita di dalam kaidah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw.

Tentang maulid, orang yang pertama mengumpulkan manusia untuk memperingati hari kelahiran Rasulullah adalah Raja Abu Sa`id Al-Mudzoffar (wafat 630 H.). Ia adalah seorang raja yang adil, sholeh, bijaksana, alim, berpegang teguh pada agamanya, sangat besar cintanya kepada Nabi Muhammad saw. dermawan, dihormati rakyatnya, dan ia adalah adik ipar dari panglima besar Shalahuddin Al-Ayyubi.

Apakah memperingati hari kelahiran Rasulullah adalah bid`ah? Maka kita cari permasalahannya, pertama, apakah ada dalil dari ayat al-qur’an yang melarang kita untuk berkumpul memperingati hari kelahirannya dan melarang kita untuk mensyukuri diutusnya Rasulullah saw. ke dunia? Kedua, apakah ada hadis yang melarang perkumpulan itu? Ketiga, apakah ada Ijma` ulama yang melarangnya? Keempat, apakah ada qiyas (analogi) yang menjadikannya terlarang? Para ulama telah membahasnya sejak pertama kali peringatan hari kelahiran Nabi dilakukan dan mereka tidak mendapatkan jawabannya.

Di antara ulama, banyak yang telah membahasnya dalam karya-karya mereka, di antaranya Ibnu Dahiyyah (wafat 633 H.) dalam bukunya ‘At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir wa An-Nadzir’, Ibnu Al-Hajj dalam ‘Al-Madkhol fi Dzammi Al-Bida` Al-Muhdatsah’, Al-Hafidz Syamsuddin ibnu Al-Jazari dalam ‘`Arfu At-Ta`rif bi Al-Maulid Asy-Syarif, Imam Jalaluddin As-Shuyuthi dalam ‘Husn Al-Maqshad fi dzikri Al-Maulid’, dan juga Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Al-Jauzi. Ibnu Dahiyyah menuliskan sesungguhnya para ulama telah membahasnya sejak lama, mereka berkata bahwa syari`at islam mengajarkan kita untuk bergembira dan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, dan mengajarkan kita untuk menyiarkan rasa gembira kita dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah kepadanya, menyebarkan kasih sayang dan kebaikan. Dan siapakah yang lebih mulia derajatnya daripada Nabi Muhammad? Ia adalah sebaik-baiknya manusia, dan semakin menjadi baik ketika memasuki bulan Ramadhan(4), karena di dalam bulan Ramadhan terdapat nikmat, anugrah dan hari-hari gembira bagi Rasulullah saw.

Di antara dalil yang bisa diambil untuk memperbolehkan peringatan maulid Nabi adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, ia melihat orang Yahudi Madinah berpuasa ketika hari `Asyura (10 Muharram), ia berkata “Hari apa ini?” maka mereka berkata, “ini adalah hari baik, hari ketika Allah menyelamatkan Bani Isra’il dari musuh mereka dan hari kemenangan Nabi Musa”, maka Rasulullah bersabda “Kita (umat muslim) lebih berhak kepada nabi Musa dari pada mereka”(5). Maka kita diperbolehkan untuk berkumpul menyiarkan rasa senang dan rasa gembira dengan hari kemenangan. Maka ketika Rasulullah melihat orang Yahudi Madinah berpuasa di hari itu, ia mengambilnya dari mereka dan berkata “Kita lebih berhak dari mereka (orang Yahudi).”

Ibnu Hajar Al-Asqalani menuliskan bahwa syari`at memperbolehkan kita untuk bergembira pada hari-hari yang kita lalui, setelah mendapatkan musibah, atau mendapatkan kenikmatan. Dan peringatan maulid Nabi merupakan syiar kita untuk memperingati hari kelahiran manusia paling mulia, meluapkan rasa kegembiraan kita, dan rasa cinta kita kepadanya, diisi dengan berbuat baik, bersedekah kepada fakir miskin, membantu sesama, dan semua ini berdasarkan karena Rasulullahpun memperingati hari `asyura dan berkata bahwa kaum muslim lebih berhak atasnya.

Dan asas yang dipakai dalam peringatan maulid adalah dari hadist yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa nabi Muhammad ber`aqiqah untuk memperingati hari lahirnya, lalu mengulanginya ketika memperingati hari diutusnya dan hari kelahiran Hasan dan Husain(6) , begitu juga Abu lahab paman beliau dan juga Abdul Muthalib. Dan juga salah satu hadist ketika Rasulullah ditanya tentang berpuasa hari senin maka ia menjawab “Ini adalah hari kelahiranku, dan hari saat aku diutus menjadi Rasul.”(7) Dari hadit ini bisa diambil kesimpulan bahwa Rasulullah saw. berpuasa pada hari senin untuk memperingati hari kelahirannya. Inilah asas yang diambil para ulama semenjak diadakannya hingga sekarang, meskipun para sahabat dan tabi`in tidak memperingatinya.

Maka kita bisa meyakini bahwa rasa cinta kita dan syiar ini akan mendapatkan pahala dari Allah swt. Abu Lahab, paman Nabi, orang musyrik yang menentang dakwah Nabi hingga akhir hayatnya, dan telah dituliskan tempatnya di neraka dalam surat Al-Lahab, merasa senang dengan kelahiran Nabi Muhammad saw. maka untuk menyiarkan rasa senang akan kelahiran keponakannya, ia memerdekakan salah satu budaknya, yaitu Tsuwaibah Al-Aslamiyah yang kelak menyusui dan merawat Nabi ketika kecil. Dan diceritakan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan dari siksaan setiap hari senin karena ia telah membebaskan Tsuaibah.”(8)

Abu Lahab, seorang kafir yang dilaknat, mendapatkan keringanan karena rasa kegembiraannya ketika kedatangan Nabi Muhammad ke dunia, dan Hadits inilah salah satu dasar bahwa cinta kepadanya dan syiar cinta ketika hari kelahirannya mendapatkan pahala dari Allah saw.

Maka, dari dalil-dalil yang disebutkan di atas, telah diterima oleh para ulama, ahli fiqh, ahli hadits, dan ahli sejarah. Maka kita dianjurkan untuk memahami agama ini seperti apa yang telah diturunkan kepada Rasulullah saw. dan tidak langsung memfonisnya dengan bid`ah, menganggap semua hal yang memang tidak ada di masa tiga generasi Islam pertama adalah bid`ah yang sesat, bermadzhab adalah bid`ah, peringatan maulid adalah bid`ah, peringatan hari badar adalah bid`ah, peringatan awal tahun hijriyah adalah bid`ah. Hari-hari itu adalah hari-hari yang baik, dan Rasulullah saw. mengajarkan kita untuk melakukan hal-hal yang baik di hari-hari yang baik dan mengikuti sunnahnya.

Semoga dengan rasa cinta kita terhadap Rasulullah, kita mendapatkan balasan cinta darinya dan dari Allah swt, dan semoga Allah memberikan keridhaanNya kepada kita semua, mengampuni dosa kita, dan semoga kita dapat bertemu dengan Rasulullah saw. di surga kelak. Amin.

Diambil dari buku ‘Al-Kalim Ath-Thayyib, fatawa `ashriyyah’, Dr. Ali Jum’ah Muhammad, Mufti Ad-Diyar Al-Mishriyyah.

********
1. HR. Bukhari no. 2010; Malik no. 252; Ibnu Khuzaimah no. 155/2; Baihaqi no. 493/2.
عن ابن شهاب عن عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القاري أنه قال خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلى المسجد فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم قال عمر نعم البدعة هذه والتي ينامون عنها أفضل من التي يقومون يريد آخر الليل وكان الناس يقومون أوله

2. HR. Baihaqi no. 375/3.
من صام نهار رمضان و قام ليله غفر له

3. HR. Ibnu Hibban no. 7212
أخبرنا الحسن بن سفيان ، حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة ، حدثني زيد بن الحباب ، حدثني حسين بن واقد ، حدثني عبد الله بن بريدة ، عن أبيه ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سمع خشخشة أمامه ، فقال : « من هذا ؟ » قالوا : بلال ، فأخبره وقال : « بم سبقتني إلى الجنة » ؟ فقال : يا رسول الله ، ما أحدثت إلا توضأت ولا توضأت إلا رأيت أن لله علي ركعتين أصليهما ، قال صلى الله عليه وسلم : « بها »

4. HR. Bukhari no. 5; Muslim no. 4268; An-Nasa’i no. 2068; Ahmad 2485.
عن ابن عباس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فلرسول الله صلى الله عليه وسلم أجود بالخير من الريح المرسلة

5. HR. Bukhari no. 4368; Abu Dawud no. 2088; Muslim no. 1911; Ibnu Majah no 1724.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال لما قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة واليهود تصوم يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هذا اليوم الذي ظهر فيه موسى على فرعون فقال النبي صلى الله عليه وسلم نحن أولى بموسى منهم فصوموه

6. HR. Baihaqi no. 300/9 dari riwayat yang panjang; Thabrani no. 298/1; Al-Haitsami no. 54/4.
...عن أنس رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعد النبوة...

7. HR. Muslim no. 1177 dari sebuah riwayat panjang; An-Nasa’i no 2341; Ahmad no. 21492; Ibnu Majah 1703.
عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صومه ...... وسئل عن صوم يوم الاثنين قال ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه ........

8. Lihat Ibnu Hajar, ‘Fathul Bari’ bab Sifat Surga dan Neraka. Juga `Allamah Badruddin Al-`Aini, ‘Umdatul Qori Syarhu Shahih Bukhari’ bab wanita-wanita yang menyusui.

17 Feb 2011

Susu Coklat: Sinta tak ingin Rama.....

Budak hina itu mungkin sedang sombong,
Merasa bisa mendapatkan segalanya padahal tidak.
Ketika rasa itu mendekat,
Tak jelas apakah itu embun di pagi hari atau angin musim panas.
Budak itu sedang gila karena puteri raja,
Namun ia juga dekat dengan majikannya,
Tak sadar, orang yang selalu bersamanya memberi segalanya untuknya.
Mungkin hanya lukisan, tapi bisa tandakan rasa
Tanpa diminta pun ia akan tiba.
Tak lama, ia diusir majikannya,
Terombang ambing di tumpukan sampah sudut kota.
Tak lagi tercium wangi puteri raja pujaannya,
Yang tersisa hanya luka sobekan kanvas berisi cinta.
Kalau angin itu tidak berhembus, tidaklah terasa sesal di dada
Kalau merpati pos tak mau terbang, maaf ini takkan tersampaikan.
Sinta tak lagi tersenyum pada Rama
Karena Rama telah berganti Rama
Dari masa dan peradaban yang berbeda.
Kembali ke sampah di sudut kota tua
Budak terdiam memandang berharap puteri raja turun dari langit.

Teh Susu: Ketika Negeri Kinanah diuji.... Part 2

Tetap kita doakan, semoga situasi kembali aman, lancar terkendali.....

Jembatan Nil.... ckckck

"Ape lo?? nantangin gue?? hah??"

Nembak pake apaan die??

Biasa maen bola....

Tolongin temen kite wooi...

Apa komentar anda??

Nih foto sebelum dia kena peluru kali ya?

Ya Allah.... Berilah kedamaian pada negeri kami, dan seluruh negri kaum muslim di Dunia... Berikanlah kami pemimpin yang baik, dan Perbaikilah pemimpin kami....

Kereeen....!!!

Kapan lagi naek-naek truk polisi??? ya nggak??

Tuh patung, ane pernah poto di sono tuh... jadi rame sekarang... kapan situasi tenang kembali...

Perang! rela berkorban demi tujuan....

Numpang lewat ah.....









Sumber : http://www.dakdem.com

Teh Susu: Ketika Negeri Kinanah diuji.... Part 1

Ditengah ketengangan dalam asrama, ternyata keadaan di luar lebih dari yang terfikirkan, selama ini telah terbutakan dengan kedamaian asrama, daging tiap siang, susu dan telor tiap pagi. Sebenarnya ane nggak ada urusan ama pemerintah, nggak ada urusan siapa yang mau jadi presiden, yang penting ane bisa kuliah lagi, dan segala sesuatunya kembali lancar..... Hafidzoki Allah ya Mishro!!!

Kebayang nggak kalo kita berada di tengah-tengah pendemo, trus di negri orang lagi...

Megang apa die? Bom Molotov ya...?? hiii

Ibu-ibu juga ikutan!!! Ati-ati bu!!!

Tau band Slipknot? Anggotanya ikut ternyata..!!! hahaha

Aseek!!! dah lama ga turun hujan!! mumpung polisi nyiram, ujan-ujanan aah..!!

Serbuu!!!

Kali-kali narsis di atas tank baja.... hehe

Kaya di pilem-pilem....

Aduh! maaf pak! sebenarnya kita tidak ada urusan, tapi hubungan kita masih baik kan...???

Rasa Nasionalisme rela membantu sesama... (ya iya lah, masa pingsan gitu ditinggal??)

Kayaknya bakar gambar Bapak Presiden deh...

Aparat yang bingung, ditekan dari bawah (Rakyat), ditekan juga dari atas (Pemerintah)...

Saatnya praktek!! dari kemaren latian mlulu... hahaa

Mau matiin api atow nyerang polisi??

Tau kan ini apa?? kebakaran!!

Rusuh, masih sempet sms-an....

Nggak kalah ama Tawuran di Jakarta...

Kalo pendemonya pada sholat, Polisinya pada solat juga nggak yah??

Perhatikan gambar ini....!!! (perhatiin aja!!)

Tau kan artinya??

Emang game??

"Hei! tulungin gua... semaput!!"

Kalo lagi solat, damai... abis solat, lempar-lemparan, dorong-dorongan lagi...!!!

"Halo pak Husni!! Apa kabar? Gimana rakyat ente tuh? mau turun ga nt? waah.." (bukan Amerika kalo nggak ikut campur urusan orang)

Dih, parah... orang dipukulin pentungan.... (hal biasa dalam demo kali ya..??)

Pawai Tank baja, sama pawai Manusia juga...

Lebak bulus!! lebak bulus!!! ayo naek!! gratis! gratis!

Wuih, segitunya orang di Tahrir

Pawai Bikers.... haha





Sumber : http://www.dakdem.com

16 Feb 2011

Susu Coklat: Tak terbiasa...

Ku tak pernah meminta apa dari siapa,
ku tak memaksa dan tak juga memohon,
ku tak daya, tak ada...

Kalaulah neon itu cukup bagiku, mengapa tidak?
Mengapa Engkau masih memberiku Bintang yang tak mungkin,
ku capai meski dengan empat sayap di punggung...
Kalaupun demikian, sayapku terlalu rapuh,
dan tubuhku pun terlalu lemas,
cemas...

Cukuplah perhatikan dari sini,
dengan catatan tulisan sudah cukup mewakili,
Ku takkan bersinar di sana,
cahaya matahari biaskan matanya dariku.....

Tertawa? silahkan!
Tertawakan? Tak masalah!
Ku biasa terbuang, terlindas, dicemooh,
Ku hanya tak biasa berbunga, di petik dan di simpan..

Teh Susu: Ziarah Makam Imam Syafi`i, Abu Dzar Al-Ghifari, Ibnu Hajar, dan Ulama Lainnya.

Ternyata, mereka sangat dekat dengan kita..

Sobat! Beberapa hari yang lalu yang hitungan harinya belum jauh dari dua tangan, ketika Mesir masih dalam keadaan bergejolak, ketika suasana di Cairo *katanya* mencekam, banyak pemeriksaan kepada warga negara asing, terjadi demo di beberapa tempat, muncul sebuah ide dari temen ane untuk ziarah ke makam Imam Syafi`i dan beberapa makam ulama besar sekitar itu. Lalu hati ane bertanya tanya “Kenapa kudu sekarang?”, “Nggak nunggu situasi aman dulu apa?” “Ntar kalo ditangkep gara-gara gak punya visa gimana?”, tapi emang dasarnya mau niat baik, temen-temen pada *gila* yakin kalo ntar pasti aman, karena tempatnya memang jauh dari pusat kerusuhan, lagian juga kita nggak niat buat bikin kekacauan.

Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, ane putuskan ikut aja, karena sebelumnya ada rumor bahwa semua WNI mau dievakuasi ke Indonesia, dan biar ada cerita di rumah kalau ternyata nanti pulang *eh, ternyata nggak jadi!*.

Perjalanan dimulai dari jam 10, kita berjalan keluar asrama, tak terlihat keramaian yang biasa terlihat ketika hari-hari normal, jalanan sepi, mobil pribadi tidak seramai biasa, dan bis pun jarang kita lihat. Tidak perlu menunggu lama, karena niatnya baik dan pasti dipermudah oleh Yang di Atas, akhirnya bis yang kita tunggu datang juga. Kita menghabiskan waktu perjalanan selama seperempat jam, karena memang jalanan sangat lengang dan supirnya tidak membuang kesempatan sia-sia. Akhirnya kita sampai di daerah Sayyidah `Aisyah.

Setelah sampai di terminal Sayyidah `Aisyah (di bawah jembatan), kita mencari angkutan menuju makam Imam Syafi`I. Tidak lama, lalu kita berhenti di sebuah pertigaan, dan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Daerahnya luas, mungkin lebih luas dari pekuburan di Duwe’ah atau di Bab Asy-Sya`riyah, bangunan kuburan di Mesir tidak seperti yang kita temui di Indonesia, mungkin karena adat di sini seperti itu, jadi bangunannya seperti rumah, di dalam ruangan kotak terkadang terdapat satu sampai lima makam, dan biasanya menjadi makam keluarga.

Selama perjalanan, dari pertigaan tempat kita turun sampai di masjid Imam Syafi`i, kita disuguhkan potret daerah kumuh pinggiran kota Kairo yang terkenal megah, sampah di mana-mana, rumah dan bangunan-bangunan makam tercampur dan tidak terawat, anjing kurap berkeliaran bebas, keledai beserta jejak peninggalannya (baca: Kotoran), becek, namun ternyata banyak orang yang bertempat tinggal di daerah ini. Pemandangan yang mungkin selama di Indonesia pun belum pernah kutemukan.

Tiba di masjid, kita disuguhkan dengan tumpukan sampah di gerbang masuk, dan beberapa orang tua yang meminta sedekah. Sangat disayangkan, jika memang orang Mesir kurang memperhatikan kebersihan (bahasa halus dari Jorok!), paling tidak, sebuah masjid besar yang di dalamnya terdapat makam imam besar seharusnya terawat, atau paling tidak bersih lah… Ketika memasuki pintu masuk masjid, ada rasa takjub dalam diri, orang yang sering di sebut-sebut, yang ilmunya kita pelajari dan terkadang diperdebatkan, ternyata sangat dekat. Sebelum memasuki pintu makam Imam Syafi`i, terdapat sebuah makam lain yaitu makam Imam Zakaria AL-Anshori. Setelah kita berdo’a, mendoakan bagi beliau, akhirnya kami masuk ke dalam ruangan makam Imam Syafi`i.

Ternyata, di dalam bukan hanya makam beliau saja, namun terdapat juga beberapa makam yang lain, *katanya* itu adalah makam murid-murid dan pembantunya. Suasana khidmat terasa, sepi, teringat kembali akan sejarah hidup beliau, bagaimana beratnya perjalanan beliau, kegigihannya dalam menuntut ilmu, jasa besarnya hingga ilmunya dipakai di hampir seluruh penjuru Indonesia, bahkan asia tenggara dan beberapa kawasan asia lainnya. Ya Allah, berikanlah rahmatMu kepadanya, ampunilah dosa-dosanya, jadikanlah kami bermanfaat dengan ilmunya, berikanlah pahala ibadah kami kepadanya, karena dia lah yang menunjukkan kepada kami bagaimana cara memenuhi kewajibanMu, beribadah kepadaMu.

Setelah kita berdoa, dan foto-foto juga *hehe*, kita pergi ke makam Abu Dzar Al-Ghifari. Jaraknya tidak terlalu jauh, hanya terpaut kira-kira 300 meter saja, namun banyak sekali rintangan (baca: Sampah) yang menghadang selama parjalanan. Ternyata daerahnya jauh lebih kotor dari pada apa yang kita lihat sebelum masuk masjid imam syafi`i. Akhirnya kami sampai di makam beliau, kami berdoa untuknya, mengingat jasa-jasanya dalam menyebarkan ajaran Rasulullah saw. Ya Allah, dia adalah salah satu sahabat NabiMu, penolong beliau dalam menyebarkan agama ini, berilah ia rahmat, jauhkanlah ia dari siksamu, pertemukanlah kami dengannya, para sahabat lainnya dan dengan NabiMu ya Allah.

Tak jauh dari situ, terdapat makam Sayyidah Fatimah, cucu dari Sayyidina Husain. Lalu perjalanan masih dilanjutkan, dengan daerah yang jauh dari bersih (apalagi terawat), kita akhirnya menemukan makam Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang ulama besar, terkenal dengan kemampuannya dalam bidang hadits, bergelar Al-Hafidz, pengarang kitab Fathul Bari penjelasan dari kitab Shohih Bukhari. Ya Allah, jadikanlah kita bermanfaat dengan segala ilmunya, ampunilah dosa-dosanya, pertemukanlah ia dengan Nabimu di akhirat kelak.

Sebenatnya masih banyak makam ulama besar di sekitar daerah itu, diantaranya, Imam Waqi`, Imam Laits bin Sa`ad, Robi`ah Adawiyah, Sayyidah Nafisah, semoga Allah merahmati mereka, dan memberikan kedudukan yang tinggi di surga kelak. Amin.

Allahumma ighfir lahum wa irham hum wa `afi him wa a`fu `anhum.

Masjid Imam Syafi`i dari gerbang masuk

Tampak dalam ruang makam Imam Syafi`i

Makam Abu Dzar Al-Ghifari

Makam Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani

Tampak depan Masjid Sayyidah Nafisah

Makam Imam Waqi`

Teh Manis: Antara Harapan dan Angan, Al-Hikam, Ibnu `Atho'illah

Imam Ibnu Atho’illah As-Sakandari menuliskan…

الرَّجَاءُ مَا قَارَنَهُ عَمَلٌ , وَ إِلاَّ فَهُوَ أُمْنِيَةٌ

Artinya: Harapan yang sesungguhnya adalah harapan yang diikuti dengan usaha, jika tidak, maka ia hanyalah angan-angan belaka

Harapan tidaklah berarti jika tidak dibarengi dengan usaha, karena hakikat dari harapan adalah yang mendorong diri untuk mengerjakan segala sesuatu yang bisa mengantarkan diri kepada apa yang diharapkan, karena siapapun yang mempunyai harapan maka ia pasti akan berusaha untuk mencapainya, namun sebesar apapun harapan itu, jika tidak diikuti dengan usaha maka ia hanyalah angan-angan yang tak mungkin dapat tercapai.

Dalam hadits Rasulullah dikatakan “Orang yang berakal adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan selalu berbuat untuk alam setelah mati, dan orang yang buta adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya namun mengharapkan segala sesuatu kepada Allah.”

Hasan Basri ra. pernah berkata, sesungguhnya ada sebagian manusia yang dilalaikan oleh angan mereka akan ampunan Allah swt. hingga mereka meninggalkan alam dunia, mereka berkata “kami memiliki prasangka yang baik terhadap Allah” padahal mereka berdusta, karena barang siapa yang memiliki prasangka baik terhadap Allah, maka ia akan memperbaiki amal perbuatannya.

-Syarh Al-Hikam Ibnu `Atho'illah As-Sakandari, karya Abdul Majid Asy-Syarnubi.


Kopi Susu : Enambelasfebruariduaribusebelas

Udara berdebu, tandanya pergantian musim... kini saatnya kita ucapkan....

"Selamat Tinggal Musim Dingin!!!, Selamat Tinggal Kedinginan!!!, Selamat Tinggal Selimut!!!"
hahaha

ditemani lagu Good Bye Days-Yui, setelah makan pagi...

Matahari akan menjemputmu! Masa depan bukan hanya angan, tapi Ujian!!!

Susu Coklat: Teh...!!

Teh, bagimana kabar teteh sekarang?
Sudah banyak waktu terlewatkan, bagaimana kabarnya?
Dua kali pun telah cukup menorehkan catatan abadi,
Memang soal hati tak bisa dipungkiri.

Teh, maaf, ku masih menulis tentangmu,
Padahal ku tahu seharusnya kuhentikan dari dulu,
Meskipun ku tak tahu rupamu, tapi bukan tentang itu.

Teh, jalan kita tak sama tujuan,
Jurang pemisah ini memang tak bisa di lawan,
Hanya biarlah kukenang sesaat, kebaikan dan perhatian.
Kau kan berjuang lebih dulu,
Meski hidup memang butuhkan itu,
Ku mohonkan Yang Kuasa lindungimu,
Selalu bahagia di dalam hidupmu.

Teh, terima kasih atas senyuman,
Perbaikan dan pelajaran kehidupan,
Ku jadikan kenangan dan pedoman,
Kita berjumpa di masa depan.

Kopi Panas: Sejarah Perkembangan Madzhab Fiqh

Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw. adalah pedoman hidup bagi seluruh umat muslim di dunia, dan Rasulullah telah mewasiatkan kepada seluruh umat muslim untuk berpegang teguh kepada keduanya agar tidak tersesat dalam menapaki jalan menuju rahmat dan ridhaNya. Telah menjadi ketentuan bahwa agama islam telah turun secara sempurna dari segi kaidah dan hukumnya, namun ternyata perbedaan dalam memahami kaidah-kaidah yang telah ada merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, karena pada zaman Rasulullah pun masih terjadi perbedaan pendapat antara para sahabat meskipun pada akhirnya Rasulullah yang menentukan pendapat masing-masing di antara mereka.


Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik mengatakan bahwa ia dan para sahabat bepergian bersama Rasulullah pada bulan Ramadhan, sebagian dari sahabat ada yang melanjutkan puasa dan sebagian lain ada yang tidak, tapi sama sekali tidak saling mencela satu sama lain. Secara tidak langsung, mereka telah memiliki madzhab masing-masing dalam masalah itu, dan tidak disebabkan oleh mengikuti sunnah Rasulullah atau tidak.

Pembahasan tentang pengertian madzhab dan pembagiannya tidak akan terlepas dari kemunculan aliran-aliran fiqh setelah wafatnya Rasulullah saw. perlu sedikit diketahui dari sejarah, kemunculan aliran fiqh pada masa ini mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa setelahnya, karena pada masa Rasulullah dan pada masa Khulafa Ar-Rosyidun tidak ada istilah ilmu fiqh sebagai suatu ilmu yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dari segi perbuatan yang berdasarkan dari dalil, namun hanya merupakan fatwa atau pendapat para sahabat dalam memahami Al-Qur`an dan Hadits, yang sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat karena perbedaan kemampuan berbahasa mereka atau karena kedekatan hubungan mereka dengan Rasulullah saw.

Aliran Fiqh Abad ke-2 Hijriyah

Setelah Rasulullah wafat, sebagian besar sahabat Nabi masih menetap di Madinah, karena ketika itu daerah kekuasaan islam masih kecil hanya melingkup daerah Hijaz dan sekitarnya, namun setelah terjadinya perluasan daerah secara besar-besaran, terkhusus ketika zaman Khalifah Umar bin Khattab, para sahabat mulai berpencar untuk menyebarkan agama islam di daerah yang telah dikuasai oleh pasukan muslim, maka di antara para sahabat ada yang menetap di Madinah seperti Sayyidah `Aisyah, Abdullah bin Umar dan lainnya, lalu di Makkah ada Abdullah bin Abbas, lalu di Basrah ada Abu Musa Al-As`ary, dan Anas bin Malik, lalu di Kufah ada Abdullah bin Mas`ud, dan di Syam ada Mu`adz bin Jabal, `Ubadah bin Shomit, Abu Darda, dan di Mesir ada Abdullah bin Amru bin `Ash . Lalu pada generasi selanjutnya muncullah beberapa tabi`in yang dikenal dengan sebutan Fuqoha As-Sab`ah, yaitu Sa`id bin Al-Musayyib, `Urwah bin Az-Zubair, Al-Qosim bin Muhammad, Abu Bakar bin Abdurrahman, Abdullah bin Abdullah bin `Utbah bin Mas`ud, Sulaiman bin Yasar, dan Khorijah bin Zaid.

Dari tersebarnya para sahabat kebeberapa daerah di semenanjung arab, dan perbedaan keadaan dan kebiasaan tiap-tiap daerah tersebut maka muncullah aliran-aliran fiqh sesuai dengan daerah masing-masing, maka muncullah fiqh aliran Hijaz, fiqh aliran Syam, aliran Mesir, Basrah, dan Kufah. Namun semua aliran fiqh tersebut bisa kita golongkan menjadi tiga, yaitu Madrasah ahl Al-Hadits, Madrasah Ahl Al-Ra’y, dan Madrasah Ahl Adz-Dzahir .

a. Madrasah Ahl Al-Hadits

Aliran ini berpusat di Madinah, atau biasa juga disebut dengan Madrasah al-Madinah, karena sebagian besar sahabat menetap di Madinah dan mengajar para penduduk di sana setelah wafatnya Rasulullah saw. Di sinilah agama islam turun lengkap dengan hukum-hukumnya dan dijelaskan dengan lisan Rasulnya, para penduduk Madinah sangat berpegang teguh kepada tradisi menghafal apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw. dan dari sinilah terkenal munculnya tujuh ahli fiqh yang disebut di atas. Para sultan kerajaan Umayyah lebih mendahulukan pendapat ulama Hijaz dari pada ulama Irak, padahal secara geografis Irak lebih dekat ke pusat pemerintahan ketika itu.
Aliran fiqh di Madinah berkembang pesat setelah kemunculan Imam Malik bin Anas (93 – 179 H), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menuliskan tentang Imam Malik “Ia adalah orang yang paling berpegang teguh dengan madzhab penduduk Madinah dari pengetahuannya dan riwayatnya” . Umat Islam berbondong-bondong pergi ke madinah untuk mengambil ilmu dari Imam Malik dan ulama lain yang berada di Madinah, di antaranya adalah Imam Syafi`i dari Palestina yang mengejutkan Imam Malik karena telah menghafal seluruh Hadits di kitab Muwattha’ dalam usia sangat muda. Begitu juga Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Syam, lalu `Atho bin Abi Rabah dari Makkah, dan Yazid bin Abi Habib dari Mesir.

Khalifah Abu Ja`far Al-Mansur pernah meminta beberapa orang dari ulama Madinah untuk pergi ke Irak dan mengajarkan ilmunya pada penduduknya, maka muncullah Aliran Fiqh Madinah di Baghdad dengan datangnya Hisyam bin `Urwah, Muhammad bin Ishaq, Robi`ah bin Abu Abdurrahman guru Imam Malik, dan yang lainnya.

Imam Asy-Syihristani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal menulis “Orang-orang yang berkompeten dalam bidang Hadits adalah penduduk Hijaz, mereka adalah murid Malik bin Anas, murid Idris Asy-Syafi`i, murid Sufyan Ats-Tsauri, dan murid Daud bin Ali Al-Ashfahany”.

b. Madrasah Ahl Al-Ra`y

Maksud dari kata Ra`y di sini adalah pendapat dan cara untuk memahami dalil yang tersirat dengan nalar fikiran, mereka berusaha untuk mengetahui sebab turunnya hukum-hukum dengan melihat inti bahasan yang terkandung dalam dalil teks tertulis dari al-Qur’an dan Hadits, dan tidak menggunakan dalil secara langsung tanpa menelisik kedalam makna yang tersirat jika memang terdapat teks yang memang tidak dapat difahami secara tekstual. Mereka banyak mempergunakan Qiyas (Analogi) dan Istihsan, dan menentukan hukum untuk hal-hal yang terkadang belum terjadi.

Aliran fiqh ini berkembang di daerah Kufah di Iraq, setelah beberapa sahabat datang ke Kufah dan menetap di sana selama beberapa tahun, di antara mereka adalah Abdullah bin Mas`ud, Abdullah bin Abbas, Sa`ad bin Abi Waqas, `Ammar bis Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman, dan Anas bin Malik. Dan ketika masa khalifah Ali bin Abi Thalib, Kufah dijadikan pusat pemerintahan islam yang menyebabkan makin banyaknya orang berdatangan ke sana.

c. Madrasah Ahl Adz-Dzahir

Aliran fiqh ini bertentangan dengan aliran Kufah, mereka berpegang teguh pada pengambilan hukum dari dalil secara tekstual, tanpa mendalami makna yang terdapat pada teks tersebut. Kemunculan aliran ini dinasabkan kepada Dawud bin Ali Al-Ashbahani, yang dikenal dengan Dawud Adz-Dzhahiri (200 – 270 H.). Beliau belajar fiqh kepada Abu Tsaur salah satu murid besar Imam Syafi`i, dan juga kepada Ishaq bin Rahawiyah, dan masih banyak ulama yang menjadi sandarannya dalam menelaah fiqh.

Aliran ini beranggapan bahwa semua hukum telah ada dalilnya dalam teks Al-Qur’an dan Hadits, tanpa mendalami hal-hal lain yang menyangkut tentang dalil tersebut, seperti kata ambigu, atau kata yang umum tapi dimaksudkan untuk khusus atau sebaliknya, tidak menjadikan Qiyas sebagai sumber hukum, dan berpendapat bahwa semua pekerjaan atau perilaku seseorang dalam agama tidak akan diterima oleh Allah tanpa ada dalil yang menjelaskan tentang perbuatan tersebut. Mereka menerapkan kaidah “Hukum asli segala sesuatu dalam ibadah adalah salah kecuali bila ada dalil yang menetapkannya, dan hukum asli segala sesuatu dalam hubungan sesama muslim adalah benar kecuali ada dalil yang melarangnya”.

Pengertian Madzhab

Dalam kamus Al-Munawwir, kata madzhab berakar dari kata Dzahaba berarti pergi, berjalan, atau berlalu, madzhab berarti kepercayaan, doktrin, ajaran, teori atau pendapat. Maka madzhab bisa kita artikan sebagai sebuah teori yang dipakai oleh seorang muslim dalam memahami ajaran agama. Istilah madzhab tidak hanya dikenal dalam ranah pembahasan fiqh, karena di dalam kaidah bahasa arab akan kita temui aliran Basrah, Kufah, Bagdad, Andalusia (Spanyol), dan Mesir, sedangkan dalam pembahasan akidah akan kita temukan aliran Asy`ariyah, Jabariya, Mu`tazilah, Syi`ah, dan Maturidiyah.

Di dalam pembahasan fiqh, tidak hanya terdapat empat madzhab yang berkembang seperti sekarang, tapi sepanjang masa kepemimpinan dinasti Umayah dan Abbasiyah telah dikenal tiga belas ulama mujtahid yang menjadi sandaran para muslim dalam mempelajari ilmu fiqh, mereka adalah : Sufyan bin `Uyaynah di Makkah, Malik bin Anas di Madinah, Hasan Basri di Basrah, Abu Hanifah An-Nu`man dan Sufyan Ats-Tsauri di Kufah, Al-Auza`i di Syam, Al-Laits bin Sa`ad dan Idris Asy-Syafi`i di Mesir, Ishaq bih Rahawiyah di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad bin Hanbal, Dawud Adz-Dzohiri, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari di Baghdad.

Jika ada pertanyaan, “Kenapa harus ada perbedaan madzhab?” Atau “Kenapa madzhab harus ada empat?” Atau “Madzhab yang ada sekarang khan bukan pendapat asli dari imam madzhabnya, tapi sudah dicampur aduk dengan pendapat para pengikutnya!” Pertama, Perbedaan pendapat (madzhab) adalah hal biasa, bukan sebuah pengada-adaan dalam agama ataupun pemecah belah agama, namun perbedaan di sini hanyalah pendapat-pendapat dalam memahami suatu teks dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, adalah salah jika mengatakan bahwa ulama madzhab “menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits sekehendak hatinya!” terjadi perbedaan pendapat adalah karena perbedaan pendalaman bahasa arab, perbedaan tempat tinggal dan lingkungan, atau mungkin karena teks itu sendiri aslinya memiliki berbagai arti yang bertolak belakang, seperti kata Al-Qur’u dalam QS 2:228, para ulama madzhab Hanafi dan Hanbali menafsirkannya dengan haid, dan para ulama madzhab Syafi`i dan Maliki menafsirkannya dengan suci.
Kedua, seperti yang telah disebutkan di atas, ulama Mujtahid yang dijadikan sandaran dalam mempelajari fiqh ada tiga belas, bahkan selain mereka masih banyak ulama yang mumpuni dalam bidang itu, hanya saja para muridnya tidak banyak atau tidak sependapat dengan pendapat gurunya, Imam Syafi`i pernah berkata “Sebenarnya Imam Al-Laits lebih tinggi ilmunya dalam bidang fiqh dari Imam Malik bin Anas, namun para muridnya tidak meneruskan ajaran pemahamannya.”

Ketiga, tidak semua ulama madzhab Hanafi mengikuti apa yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, begitu juga ulama madzhab Syafi`i, Maliki, Hanbali dan yang lainnya, Imam Al-Buwaithi menyebutkan bahwa ia mendengar Imam Syafi`i berkata “Aku telah menuliskan buku-buku ini, dan aku tidak mengurangi usahaku (dalam memahami teks dalil), maka pastilah akan terdapat di dalamnya kesalahan karena Allah swt. berfirman “dan jikalah itu (al-Qur’an) datang dari selain Allah, maka kamu akan mendapati di dalamnya banyak pertentangan” (QS 4 : 82) maka jika kalian mendapati di dalam bukuku ini sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah sesungguhnya aku telah mencabutnya (pendapatku).” Imam Malik pernah berkata “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, terkadang salah dan terkadang benar, maka pertimbangkanlah pendapatku, apabila terdapat di dalamnya hal yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka ambillah pendapatku, tapi jika terdapat di dalamnya hal yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka tinggalkan!”.

Jika kita pelajari sejarah perkembangan madzhab-madzhab yang ada sekarang ini, maka kita akan mendapati perbedaan pendapat Imam Syafi`i ketika di Bagdad dan di Mesir, dan juga akan kita dapatkan Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Zufar bin Al-Huzail murid-murid Imam Abu Hanifah yang menggantikan majlisnya setelah beliau wafat, terkadang memiliki pendapat yang bertentangan dengan gurunya, bahkan bisa jadi dalam satu masalah terdapat empat pendapat, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah sendiri, lalu pendapat masing-masing ketiga muridnya. Adanya ulama yang mengoreksi pendapat gurunya bukanlah untuk mengobrak-abrik kaidah yang sudah diterapkan oleh para imam madzhab, itu hanyalah perbedaan pendapat murid dari gurunya. Bukankah Imam Syafi`i adalah murid dari Imam Malik? Begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal adalah muridnya Imam Syafi`i? Namun Imam Syafi`i tidak pernah mencela perkataan Imam Malik begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal.

Beberapa Madzhab Fiqh dalam Islam

a. Madzhab Hanafi

Pendirinya adalah Abu Hanifah An-Nu`man bin Tsabit bin Zauthi, lahir pada tahun 80 H. di kota Kufah. Ia termasuk kepada generasi Tabi`in karena pernah bertemu dengan Anas bin Malik Abdullah bin Abi Awfa, Sahal bin Sa`ad As-Sa`idi. Ia menghafal Al-Qur’an dalam usia sangat muda, lalu memperdalami Hadits, Nahwu, Adab, Syi`ir dan lainnya, menghabiskan masa mudanya dengan berdagang dari tempat ke tempat lainnya, dari pengalamannya ia mengetahui cara berinteraksi antara penjual dan pembeli beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah jual beli. Lalu ia memperdalami fiqh kepada para ulama yang ada di masa itu, di antaranya adalah Hamad bin Abi Sulaiman, ia berguru kepadanya selama delapan belas tahun. Hamad bin Abi Sulaiman berguru kepada Ibrahim An-Nakha`i, lalu Ibrahim An-Nakha`i berguru kepada `Ilqimah An-Nakha`i, dan Ilqimah An-Nakha`i berguru kepada Abdullah bin Mas`ud.

Abu Hanifah dikenal mempelajari empat aliran fiqh, yaitu fiqh Umar bin Khatab yang berlandaskan maslahat, lalu fiqh Ali bin Abi Thalib yang berlandaskan pengambilan kesimpulan dari makna diturunkannya syari`at, lalu fiqh Abdullah bin Mas`ud yang berlandaskan Takhrij, dan fiqh Abdullah bin Abbas yang memiliki pemahaman yang dalam terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Imam Syafi`i pernah berkata “Dalam permasalahan fiqh, manusia akan condong kepada pendapat imam Abu Hanifah.” Imam Malik pernah berkata “Sesungguhnya ia adalah seorang Faqih.” Ibnu Mubarak berkata “Aku tidak pernah melihat orang yang memiliki sifat Wara` melebihi Abu Hanifah.”

Asas pengambilan hukum madzhab Hanafi adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, lalu mengedepankan perkataan para sahabat dari qiyas, lalu Istihsan dan `Urf. Di antara murid-muridnya adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Zufar bin Al-Huzail. Imam Abu Hanifah wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Madzhab Hanafi tersebar di beberapa daerah, di antaranya Mesir, Tunisia, AlJazair, Persia (Iran), Afghanistan, Turki, India, dan beberapa daerah lain.

b. Madzhab Maliki

Madzhab ini disandarkan kepada Malik bin Anas bin `Amir Al-Ashbahi, lahir di Madinah tahun 93 H. Ia selalu menetap di Madinah selama hidupnya, tidak diketahui pernah melakukan perjalan kecuali ketika Haji ke Makkah. Ia menghafal Al-Qur’an dalam umur yang sangat muda, lalu berguru kepada Rabi`ah bin Abdirrahman, Muhammad bin Syihab Az-Zuhri, Nafi` bekas budak Abdullah bin Umar salah satu dari Silsilah Emas hadits Imam Bukhori, dan ia masih berguru kepada beberapa orang ulama Madinah di masanya, hingga terakhir berguru kepada Abdurrahman bin Hurmuz, seorang Tabi`in Ahli dalam ilmu Al-Qur’an dan Hadits.

Imam Malik dikenal dengan kesungguhannya dalam mempelajari ilmu dan mengajarkannya, mencintai dan menghormati para guru dan disegani oleh gurunya, suatu saat Imam malik pernah berkata “Aku tidak akan mengajarkan fatwa-fatwa atau Hadits sebelum mendapatkan pengakuan akan ilmuku dari tujuh puluh orang `Alim bahwa ini adalah pendapatku.” Ia memilih mengajarkan ilmunya di majlis Umar bin Khattab dan juga tinggal dibekas rumah Abdullah bin Mas`ud karena ingin merasakan sisa-sisa kehidupan para sahabat yang hidup sangat dekat dengan Rasulullah.

Imam Malik sangat menghargai kedudukan ilmu di atas segalanya, ia selalu membersihkan badannya, memakai wangi wangian, dan selalu mengenakan baju terbaiknya ketika akan mengajarkan sesuatu, ia pun selalu membakar wewangian selama pengajarannya berlangsung. Suatu saat ada seseorang yang bertanya kepadanya tenang suatu masalah, lalu berkata “Sesungguhnya ini perkara yang mudah!” maka Imam Malik marah kepadanya, lalu berkata “Tidak ada perkara remeh dalam ilmu agama! Apakah kau tidak pernah mendengar firman Allah “Sesungguhnya kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu” (QS 73:5). Semua ilmu adalah perkara berat, apalagi yang berkaitan dengan hari kiamat!.”

Imam Syafi`i berkata “Jika para ulama disebutkan, maka Imam Malik bagaikan bintang bagi mereka, tidak ada orang lain yang mengkaruniaiku ilmu lebih dari apa yang Imam Malik berikan.” Imam Ibnu Mahdi berkata “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sempurna akalnya dan tinggi derajat ketakwaannya selain Imam Malik.” Imam Bukhari berkata “Silsilah hadits paling terpercaya adalah Imam Malik dari Nafi` dari Abdullah bin Umar lalu dari Rasulullah saw.” dan sebagian besar ulama pada masanya dan masa setelahnya beranggapan bahwa Imam Malik adalah yang dimaksudkan oleh Rasulullah dalam Haditsnya “… mereka tidak menemukan seseorang yang lebih berilmu kecuali seorang ahli ilmu dari Madinah.” .

Asas hukum madzhab Imam Malik bersandarkan kepada Al-Qur’an, Hadits, mengedepankan perbuatan penduduk madinah dan menganggapnya seperti Hatits Mutawatir karena dilakukan umum oleh mereka, lalu fatwa para sahabat, Qiyas, Mashalih Mursalah, Istihsan, dan Sadd Adz-Daroi`. Di antara murid-muridnya adalah Ibnu Al-Qosim, Ibnu Wahab, Asyhab bin Abdul Aziz, dan Imam As-Syafi`i. Imam Malik meninggal di Madinah pada tahun 179 H. Madzhab Maliki berkembang di daerah Hijaz, Mesir, Tunisia, Aljazair, Sudan, Basrah, Bagdad, dan beberapa daerah lainnya. Dan di antara karya tulisnya yang masih tersebar di penjuru dunia hingga sekarang adalah Al-Muwaththa` dalam Hadits.

c. Madzhab Syafi`i

Imam Syafi`i lahir di Gaza Palestina pada tahun 150 H tahun di mana Imam Abu Hanifah wafat. Nama aslinya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi`i bin Abbas bin Syafi`, nasabnya bertemu dengan Rasulullah saw. pada kakeknya Abdul Manaf. Ia dibesarkan dalam keadaan yatim, ayahnya meninggal ketika ia masih kecil, lalu ibunya membawanya ke Mekah agar nasabnya tidak terputus karena jauh dari keluarganya di Mekah.

Ketika usianya baru menginjak tujuh tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an seluruhnya, lalu ia mempelajari Hadits dari ulama-ulama Makkah pada masa itu di antaranya adalah Sufyan bin `Uyaynah, ia pernah menyendiri ke kabilah Hudzail untuk memperdalami bahasa arab, salah satu kabilah yang dikenal memiliki kecakapan dan kefasihan dalam bahasa arab. Ia kembali lagi Mekah dan memperdalami ilmu fiqh dan Hadits, salah satunya kepada Muslim bin Kholid Az-Zanji Mufti Mekah ketika itu. Ia telah menghafal seluruh isi dari Al-Muwaththa` pada usia sepuluh tahun lalu berkeinginan untuk mempelajarinya langsung dari Imam Malik, maka pergilah ia ke Madinah dan terkejutlah Imam Malik karena umurnya ketika itu masih tiga belas tahun . Ia menetap di Madinah dan mengambil ilmu dari Imam Malik dan beberapa ulama yang berada di sana. Ia juga pernah berpindah ke Yaman dan mempelajari fiqh dari Umar bin Abi Salmah murid dari Imam Al-Auza`i, dan ia juga belajar kepada Yahya bin Hassan murid dari Imam Al-Laits bin Sa`ad. Ia juga pernah belajar kepada para sahabat, di antaranya Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas`ud, Zaid bin Tsabit.

Pada tahun 184 H. ia berpindah ke Bagdad, memperdalami aliran fiqh Abu Hanifah kepada Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani murid terpercaya dari Imam Abu Hanifah, maka terkumpullah dalam dirinya fiqh aliran Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Auza`i. Setelah mempelajari fiqh di Bagdad, ia kembali ke Mekah lalu mengajar dan mengeluarkan fatwa di sana selama sembilan tahun. Pada tahun 195 H. ia berpindah ke Bagdad untuk mengajar dan berfatwa, pada masa inilah dalam madzhab Syafi`i terkenal dengan ‘Pendapat Lama’. Pada tahun 199 H. ketika masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun suhu politik di Bagdad sedang tidak menentu, dan munculnya pemahaman tentang Al-Qur’an adalah mahluk, akhirnya Imam Syafi`i bertolak menuju Mesir, dari sinilah dikenal pendapat-pendapat baru darinya.

Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya “Siapakah Imam Syafi`i? kudengar engkau banyak berdoa baginya” lalu Imam Ahmad berkata “Kedudukan Imam Syafi`i bagaikan matahari bagi dunia, dan bagaikan kesehatan pada diri manusia, maka apakah ada kedudukan yang dapat menggantikan mereka berdua?”, dan riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa ia berkata “Sesungguhnya Rasulullah berkata bahwa Allah mengutus kepada umat islam ini seorang pembaharu di setiap abad, pada abad pertama telah ada Umar bin Abdul Aziz, maka aku berharap Imam Syafi`i menjadi pembaharu di abad ini”.

Asas madzhab Syafi`i adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma`, Perkataan para sahabat, mengambil Qiyas moderat tidak menghindarinya seperti Imam Malik dan tidak memperbanyak penggunaannya seperti Imam Abu Hanifah, memperhatikan esensi turunnya syariat dari manfaat dan mudharat, dan meninggalkan Istihsan. Imam Syafi`i wafat di Mesir pada tahun 204 H. dengan meninggalkan banyak karya, di antaranya buku Ar-Risalah dalam Ilmu Ushul Fiqh dan Al-Umm dalam Fiqh. Ia memiliki banyak pengikut dikarenakan kepindahannya dari Madinah lalu Bagdad dan Mesir, di antara murid-muridnya adalah Abu Ya`qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaythi, Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Mizani. Madzhabnya tersebar di daerah Palestina, Yaman, Persia, Pakistan, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

d. Madzhab Hanbali

Ia adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani, lahir di kota Bagdad bulan Rabi`ul Awal tahun 164 H. Ia lahir di ladang ilmu, ketika kota Bagdad dijadikan pusat keilmuan di mana para ahli ilmu Al-Qur’an, Hadits, fiqh, tasawwuf, filsafat, hukum, dan lainnya. Selain itu, Imam Ahmad sering berpidah-pindah tempat demi mencari dan mempelajari ilmu, ia pegi ke Mekah, Madinah, Yaman, Basrah, Kufah, dan bertemu dengan Imam Syafi`i ketika masih berada di Madinah, dan berguru fiqh dan ushul fiqh kepadanya, dan bertemu kembali dengan Imam Syafi`i ketika berada di kota Bagdad. Di antara gurunya adalah Sufyan bin `Uyaynah, Ibrahim bin Sa`ad, Yahya Al-Qathan, dan masih banyak lagi, hingga dikatakan jika ia mendengar ada seorang alim di suatu daerah maka ia pasti akan datang mengambil ilmu darinya.

Imam Ahmad bin Hanbal mulai mengajarkan ilmunya ketika ia berumur 40 tahun, dan dalam suatu riwayat dikatakan lebih dari lima ribu orang datang untuk belajar dan mendengarkan fatwanya di masjid Bagdad. Ia memiliki dua majlis seperti Imam Malik, satu majlis dalam bidang Hadits dan satu dalam bidang fiqh. Pada mulanya ia melarang para muridnya untuk menuliskan pendapat-pendapatnya agar tidak mengekor kepada pendapatnya tanpa mengetahui asal-usulnya, dan membebaskan para muridnya untuk berpendapat dan mengambil kesimpulan dari dalil-dalil tentang suatu hukum.

Ibnu Qutaibah berkata “Imam Ahmad adalah pemimpin dunia (dalam ilmu)”, Imam Syafi`i berkata “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih sempurna akalnya dari Ahmad bin Hanbal dan Sulaiman bin Dawud”, Imam Ahmad sangan berpegang teguh terhadap Hadits nabi, hingga banyak orang yang beranggapan bahwa madzhab Hanbali sangat ketat dalam mengeluarkan hukum menggunakan Hadits. Di antara karyanya yang masih tersebar di seluruh penjuru bumi saat ini adalah Al-Musnad kumpulan Hadits-hadits yang disusun menurut nama-nama perawinya.

Hukum madzhab Hanbali disandarkan kepada Al-Qur’an, Hadits, fatwa para sahabat, lalu mengambil hadits Mursal (yang terputus pada perawi sebelum Rasulullah saw.) atau hadits Dha`if (hadits lemah yang tidak memenuhi syarat kesahihan suatu hadits) dan mendahulukannya atas Qiyas dan tidak menggunakan Ijma`, Istihsan, dan beberapa sumber hukum lainnya. Ia wafat di Bagdad pada tahun 241 H. Di antara murid-muridnya adalah kedua anaknya Sholih dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar Al-Atsram, Abdul Malik Al-Maimuni, lalu setelah murid-murid generasi pertama, muncullah Ibnu Taimiah dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah. Pada mulanya madzhab Hanbali kurang berkembang dibanding dengan ketiga madzhab lainnya, namun pada masa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Wahab penggagas dakwah Salafiah, madzhab ini berkembang lebih dari sebelumnya, dan atas prakarsanya madzhab Hanbali dijadikan sebagai madzhab resmi kerajaan Saudi hingga kini.