Laman

31 Mar 2014

Biografi Badi`uzzaman Said Nursi: Kehidupan, Risalah Nur dan Transisi Kekuasaan Turki (Bag 1)*

Sumber: en.wikipedia.org
Pendahuluan

Catatan ini merupakan biografi singkat tentang Badi`uzzaman Said Nursi yang diringkas dari buku yang berjudul “Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi, Transformasi Dinasti Usmani menjadi Republik Turki” yang merupakan terjemahan dari bahasa Turki karya Şükran Vahide (Syukran Wahid).

Buku tersebut merupakan salah satu rujukan utama yang membahas secara menyeluruh kehidupan Said Nursi sejak kelahiran hingga kematiannya, perjalanan menuntut ilmu, pergerakan politik dan inti-inti dari pemikirannya.
Pembahasan

Menyelami kehidupan Said Nursi tidak akan terlepas dari konteks keadaan negara saat ia tinggal. Hal itu karena buah pikiran Said Nursi adalah merupakan sebuah antitesa terhadap kenyataan yang terjadi pada saat itu, pertemuan antara kaum muslim dengan peradaban barat, masuknya westrenisasi dan terkikisnya budaya keislaman, hingga masa akhir kejayaan dinasti Utsmani dan perubahannya menjadi Republik.

Secara garis besar terdapat tiga fase dalam kehidupan Said Nursi: fase Said lama yang dimulai sejak kelahirannya, proses pencarian ilmu, pergerakannya di bidang politik pra perang dunia pertama hingga kekalahan Utsmani dalam perang dunia pertama dan penangkapan oleh tentara Rusia kepadanya.

Fase kedua dimulai dari kembalinya ia ke Istambul setelah berada dalam tawanan Rusia, runtuhnya kesultanan dan kekhalifahan, terbentuknya negara Turki sekuler, hingga kekalahan Cumhuriyet Halk Partisi (Partai Rakyat Republik) pada tahun 1950.

Fase ketiga dimulai sejak kemenangan Partai Demokrat pada pemilu parlemen 1950 hingga kematian Said Nursi pada tahun 1960.

1. Said Lama

a. Masa pencarian Ilmu

Said Nursi (selanjutnya ditulis dengan Nursi) dilahirkan pada tahun 1877, di sebuah desa terpencil di daerah Nurs, Provinsi Bitlis Anatolia Timur, terdapat di lereng rangkaian pegunungan Taurus dekat Danau Van. Ayahnya bernama Mirza dan ibunya bernama Nuriye. Nursi berasal dari suku Kurdi yang menyebar di daerah timur daerah Kesultanan Utsmani hingga ke Suriah, Iraq dan Iran saat ini.

Di desa itu Nursi dibesarkan, dengan kehidupan berladang kedua orang tuanya mencukupi kehidupan anak-anaknya. Di kawasan yang melekat di dalamnya ajaran sufi tarekat Naqsyabandi yang membimbing Nursi pada awal masa kehidupannya.

Pada umur sembilan tahun ia mulai proses pencarian ilmunya, diawali dengan belajar al-Quran. Masa kecil Nursi dihabiskan dengan berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain, satu guru ke guru lainnya. Hal itu lebih dikarenakan kenakalannya pada masa itu sehingga hampir di setiap sekolah ia berkelahi dengan salah seorang muridnya hingga kemudian ia dikeluarkan.

Kakaknya adalah orang yang terpelajar, seorang murid yang cemerlang. Darinya lah Nursi mendapatkan semangat untuk mencari ilmu, setelah melihat bahwa kakaknya memiliki kedudukan tersendiri di hadapan kawan-kawannya yang tidak sekolah. Karena lelah selalu berpindah tempat belajar, akhirnya Nursi belajar kepada kakaknya yang pulang seminggu sekali ke rumah. Setelah satu tahun belajar kepada kakaknya, Nursi pun memulai pengembaraannya untuk mencari ilmu.

Nursi adalah seorang anak yang cerdas, ia dengan mudah menghafalkan dan memahami buku yang ia baca. Ia pun sering merasakan ketidakpuasan karena guru yang mengajarinya tidak lagi mengajari hal yang ia belum ketahui sehingga ia memutuskan untuk berpindah mencari guru lain. Ia juga rajin membaca, bahkan dari membaca inilah ia lebih banyak mendapatkan ilmu ketimbang dari gurunya.

Sekolah yang paling mempengaruhinya adalah madrasah Beyazid di kota Bitlis, yang dipimpin oleh Syekh Muhammad Celali. Saat itu umurnya telah mencapai 14 tahun dan ia hanya belajar di sana selama tiga bulan. Namun masa tiga bulan di sana ia telah mampu belajar dan menguasai berbagai macam buku. Ia mampu untuk menghabiskan buku setebal lebih dari 200 halaman dalam waktu 24 jam. Menurut pengakuannya kepada kakaknya, ia telah menghabiskan 80 buku selama ia berada di sekolah itu. Iapun mampu menguasai kitab Jam`ul Jawami, Syarh al-Mawaqif, dan buku fikih karya Ibnu Hajar al-Haitsami. Dan ia mendapatkan ijazah diplomanya dari sekolah itu.

Ia pernah mimpi bertemu Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam, saat itu Rasulullah berpesan kepadanya, “Pengetahuan tentang al-Quran akan diberikan kepadamu, asalkan kamu tidak mempertanyakan tentang kaumku yang manapun.” Sejak saat itu ia tidak lagi mempedulikan ataupun bertanya kepada orang lain, ia hanya fokus terhadap apa yang ia hadapi.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Beyazid, ia bermaksud ingin pergi ke kota Baghdad. Namun akhirnya ia mengurungkan niatnya setelah melalui beberapa kota dan berhasil melakukan debat ilmiah dengan para ulama di kota yang ia singgahi. Reputasinya semakin meningkat. Ia mengunjungi kota Siirt dan mengalahkan para ulama di kota itu, ia kemudian pulang ke kota Bitlis dan menjadi semakin populer di sana.

Ketenarannya juga berdampak pada tingginya kesulitan yang ia hadapi. Beberapa orang yang ia kalahkan dalam debat ilmiah menyusun sebuah konspirasi untuk menjatuhkannya di hadapan umum. Akhirnya ia pergi ke kota Tillo dan menyendiri mengasingkan diri di sebuah bangunan berkubah di sana. Di sana ia menghafalkan Qamus al-Muhith hingga huruf ke empat belas, abjad sin.

Tak lama ia pun berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergaul dengan pemimpin dan para cendekia. Ia pernah bertemu dengan dua orang pendatang di kota Mardin, satu pendatang adalah merupakan pengikut dari Jamaluddin al-Afghani dan satunya adalah anggota Ordo Sanusi yang memainkan peran penting melawan penjajahan kolonial di Afrika Utara. Nursi banyak berdiskusi dengan mereka berdua.

Masa remaja ia habiskan dengan membaca buku dan berdialog. Pada umur 17 tahun, ia tinggal di rumah Gubernur Bitlis yang memiliki perpustakaan dan banyak koleksi buku. Ia menghabiskan waktu untuk membaca di sana. Dan pada umur 19 tahun ia tinggal di Rumah Gubernur Van, membaca di perpustakaan, bertemu dengan orang-orang penting dan para cendekia. Saat itu ia telah dikenal sebagai Badi`uzzaman, keajaiban zaman, karena kecerdasannya. Ia tetap di Van hingga pergi ke Istambul pada tahun 1907 saat berumur 30 tahun.

b. Istambul

Pada 1907 (30 th) ia pergi ke Istambul, pusat pemerintahan saat itu demi mencari dukungan untuk pendirian sekolah Medresetuz Zehra, sekolah yang ia konsepkan dengan sistem perpaduan antara ilmu sains modern dan ilmu agama. Ia menilai bahwa kemunduran Islam saat itu adalah karena umat Islam alergi dengan kemajuan ilmu modern hingga akhirnya umat Islam terjauhkan dari kemajuan zaman. Maka, ia ingin mendirikan sebuah sekolah dengan sistem tersebut.

Saat itu, pemerintahan Kesultanan Utsmani telah menggunakan sistem parlementer yang diadopsi dari Eropa. Konstitusi pertama diproklamasikan pada tahun 1876, satu tahun sebelum Nursi Lahir. Dan pada 23 Juli 1908, konstitusi kedua diproklamasikan dan dikuasai oleh kelompok CUP, Committee of Union and Progress, yang didirikan sejak tahun 1907. Nursi pun terlibat dalam pergerakan di dalam CUP.

Pada bulan Mei 1908 ia mengirimkan sebuah petisi kepada Pemerintah tentang konsep revormasi pendidikan yang ia buat. Inti dari petisi tersebut adalah penyatuan tiga cabang utama sistem pendidikan: madrasah, sekolah sekuler dan lembaga sufi. Namun pemerintah menolak petisi itu hingga akhirnya ia dikirim ke rumah sakit jiwa karena dianggap gila. Setelah diketahui bahwa ia dikirim ke sana karena alasan politis, dokter di sana membebaskan Nursi. Namun ia akhirnya dikirim ke penjara karena alasan melawan pemerintah.

Dan setelah revormasi konstitusi pada 23 Juli 1908, ia pun dibebaskan dari penjara pada 26 Juli 1908 dan kemudian memberikan pidato kebebasannya. Sejak saat itu, Nursi aktif dalam politik untuk menyebarkan paham konsep konstitusi kepada masyarakat. Ia menanggap bahwa sistem parlemen adalah sistem yang disetujui oleh syariat berlandaskan atas ayat “wa syawirhum fi al-amr”. Ia banyak menulis di surat kabar dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya masyarakat Kurdi tentang hal ini.

Tujuan keterlibatan Nursi dalam penyebaran konstitusionalisme ini tidak lain untuk mendorong masyarakat agar membuat konstitusi yang sejalan dengan syariat Islam dan memasukkan Islam ke dalam parlemen.

Namun setelah melihat kenyataan di lapangan, ia mendapatkan kekecewaan setelah CUP yang menguasai parlemen semakin jauh dari nafas keislaman. Ia pun bergabung dengan Serikat Muhammad, sebuah perkumpulan yang mengatasnamakan Islam yang beranggotakan seluruh kaum muslim. Serikat itu dideklarasikan bersamaan dengan acara Maulid yang diadakan di Aya Sofia pada 31 Maret 1909.

Kekecewaan terhadap CUP memuncak. Pada akhir 1908 beberapa daerah terlepas dari kesultanan Utsmani dan CUP pun terkesan semena-mena dan menjauh dari Islam. Maka pecahlah pemberontakan 31 Maret 1909 yang dilancarkan oleh anggota Serikat Muhammad melawan pemerintahan CUP. Hal ini berakibat penangkapan terhadap banyak anggota aktif Serikat Muhammad, di antaranya adalah Nursi meski ia sendiri menolak aksi pemberontakan tersebut.

c. Pra Perang Dunia I

Mei 1909 ia terbukti tidak bersalah di hadapan mahkamah militer. Ia pun meninggalkan Istambul untuk kemudian pergi ke kota Van di ujung timur Anatolia. Di sana ia mengajar di masjid Iskandar Pasya. Ia juga tetap mengajarkan kepada masyarakat tentang konstitusi dan kepentingannya terhadap kemajuan Islam. Di sana pun ia berkeliling ke daerah-daerah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di setiap daerah.

Pada musim gugur 1910 (34 th) Nursi pergi ke arah selatan menuju kota Damaskus. Konon ia hendak pergi ke Mesir untuk melihat model al-Azhar yang akan dijadikan kiblat untuk Universitas Medresetuz Zehra yang akan ia bangun, namun karena hampir seluruh ulama Damaskus adalah alumni al-Azhar maka ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mesir. Di Damaskus ia sempat berkhutbah di masjid Umayah. Khutbahnya berisi semangat untuk kebangkitan Islam yang saat itu tengah terpuruk. Ia berada di Damaskus hingga awal tahun 1911.

Setelah dari Damaskus ia pun pergi ke Beirut kemudian menaiki perahu menuju Istambul. Sampainya di Istambul ia diminta untuk ikut rombongan Sultan Mehmet V (Reshad) mengunjungi daerah Rumelia di utara Istambul. Saat itulah, kedekatannya dengan Sultan Mehmet Reshad memudahkan Nursi mendapatkan janji pemerintah untuk membantu pembangunan Universitas Medresetuz Zehra.

Setelah kembali dari rombongan, Nursi pun kembali ke kota Van untuk membangun universitas yang telah ia perjuangkan. Dengan bantuan 1.000 lira dari 19.000 dana yang dijanjikan, Nursi mulai membangun pondasi pendirian bangunan universitas tersebut. Kelak karena situasi politik luar negeri dan keterlibatan Utsmani pada Perang Dunia I, pembangunan universitas itu pun tersendat dan tidak diselesaikan.

Saat ini ia mulai menulis tafsir Isyaratul I`jaz. Ia menilai bahwa sains telah membuka rahasia-rahasia alam yang sejatinya telah terdapat baik tersirat maupun tersurat di dalam al-Quran. Maka untuk mendekatkan al-Quran agar sesuai dengan zaman dan mudah difahami oleh masyarakat modern, diperlukan sebuah penafsiran yang baru dengan memasukkan konsep sains modern ke dalam tafsir agar senada dengan peradaban modern.

April 1914, terjadi pemberontakan suku-suku di timur terhadap pemerintahan Sultan Mehmet Reshad. Nursi diminta untuk ikut andil dalam pemberontakan ini, namun ia menolak.

d. Perang Dunia I dan Penangkapan

Situasi politik luar negeri Utsmani memburuk sekitar tahun 1911-1913. Pendudukan Italia terhadap Libya (1911), Perang Balkan (1912-1913), dan krisis politik di Istambul menyebabkan CUP terlempar dari pemerintahan. Sultan Mehmet Reshad mengangkat Enwar Bey sebagai Menteri Perang yang kemudian mengadakan hubungan dengan Jerman.

Terjadi penandatanganan kesepakatan secara rahasia antara Pemerintah Jerman dengan Kesultanan Utsmani pada 2 Agustus 1914 yang diwakili oleh para pemimpin gerakan Turki Muda. Hal inilah yang kemudian menarik Utsmani untuk terlibat dalam Perang Dunia I bersama Jerman, Austria dan Hungaria melawan Inggris, Perancis dan Rusia. Nursi memimpin pasukan penjaga kawasan timur yang berhadapan dengan pasukan Rusia dan pemberontak dari Armenia.

Di dalam peperangan ini, Nursi berperan sebagai mufti yang memberikan semangat keagamaan kepada para prajurit sekaligus sebagai pemimpin pasukan yang mengatur strategi dalam melawan musuh. Ia pun sempat untuk meneruskan penulisan tafsirnya dalam keadaan berperang seperti ini.

Kekalahan demi kekalahan dialami oleh pasukan Utsmani di Timur. Pasukan Utsmani semakin terdesak dan beberapa daerah berhasil dikuasai oleh pasukan Rusia dan Armenia. Akhirnya Said Nursi bersama beberapa pasukan yang juga merupakan muridnya terkepung di sebuah kota hingga harus bersembunyi di bawah saluran air yang membeku. Dalam keadaan dingin dan kelaparan ini akhirnya mereka menyerah kepada pasukan Rusia dan ditawan.

Sejak saat itu, 3 Maret 1916 hingga Juni 1918, Nursi menjadi tawanan pasukan Rusia. Berpindah dari satu kota ke kota lain hingga berada di Kosturma, Rusia barat daya. Di sana, di sebuah masjid kecil yang biasa ia gunakan untuk beribadah selama pengasingan itu, ia merenungkan kehidupannya. Itulah titik balik kesadarannya yang kemudian melahirkan perubahan terhadap dirinya. (Bersambung, klik di sini untuk melanjutkan)

*Tulisan ini adalah makalah yang telah dipresentasikan dalam kajian pemikiran al-Hikmah PCI Muhammadiyah Mesir pada 18 November 2013 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar