Laman

22 Jun 2013

Kenapa Harus Asy`ariyah?


Saya memiliki berbagai macam pertanyaan yang saya simpan dan saya bawa ke Mesir dengan harapan agar saya mendapatkan jawabannya. Salah satu pertanyaan yang saat itu terlintas di benak saya adalah: Apa itu aliran Asy`ariyah? Dan kenapa harus bernama Asy`ariyah dan tidak langsung saja bernama Ahlusunah? Apa bedanya antara Asy`ariyah dan Ahlusunah? Asy`ariyah itu muncul belakangan, jadi para generasi awal akidahnya apa dong?

Saat itu saya masih belum mengerti betul tentang aliran-aliran yang terdapat di dalam Islam. Yang saya tahu, saya dulu pernah belajar tentang sifat-sifat 20 yang wajib dan mustahil bagi Allah, sifat 4 yang wajib dan mustahil bagi para rasul, dan beberapa hal yang masih saya ingat tentang Sam`iyyat. Konsep pelajaran tentang ketuhanan itu telah saya pelajari sejak SD hingga tiga tahun pertama di pesantren Gontor. Dan setelah hampir 12 tahun, baru saya menyadari bahwa itu adalah ajaran akidah menurut aliran Asy`ariyah.

Jika kita menggunakan logika, maka logika kita akan mengatakan bahwa ajaran Islam yang murni adalah ajaran Islam yang ada dan dipraktekkan pada zaman awal Islam. Begitulah pola pikir saya sebelum saya memasuki masa kuliah di al-Azhar. Jelas sekali bahwa kita diperintahkan untuk beragama sesuai dengan apa yang Allah turunkan kepada rasul-Nya.

Maka saat itu saya bertanya-tanya, kenapa akidah saya adalah Asy`ariyah? Padahal belakangan saya ketahui bahwa imam Abu Hasan al-Asy`ari itu hidup pada awal abad ke empat hijriah, tiga ratus tahun setelah kematian Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam. Jika itu adalah akidah yang benar, maka kenapa aliran itu baru muncul setelah sekian ratus tahun setelah Rasulullah wafat? Dan jika aliran itu benar, lalu apa yang diyakini oleh orang Islam sebelum kemunculan imam Abu Hasan al-Asy`ari?

Terlebih lagi saat itu saya mendapati teman dekat saya sudah melepaskan keyakinan dan cara beragama yang sama-sama kita jalani di pesantren dulu, ia saat itu telah menganut Islam dengan konsep aliran Salafi yang salah satu pendapatnya adalah bahwa aliran Asy`ariyah bukanlah termasuk kelompok Ahlusunah wal Jamaah karena beberapa sebab. Hal itu semakin membuat saya bertanya-tanya dan berharap untuk mendapatkan jawabannya, karena jika aliran yang saya anut ini salah maka yang benar adalah aliran teman saya itu, atau sebaliknya.

Ketika saya masuk ke al-Azhar, setelah beberapa bulan belajar dan mengikuti perkuliahan, saya mengetahui bahwa al-Azhar, lembaga pendidikan yang telah berumur seribu tahun lebih ini menganut akidah Asy`ariyah. Al-Azhar yang telah melahirkan ribuan ulama di seluruh dunia, menjadi kiblat ilmu keislaman sejak dulu, menganut akidah yang sama dengan yang saya dan rata-rata masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara anut, Asy`ariyah. Sejak saat itu saya mencari buku-buku tentang akidah untuk mengobati pertanyaan-pertanyaan saya tadi. Selain mencari buku-buku yang terkait dengan akidah Asy`ariyah, saya pun mencari buku-buku yang berkaitan dengan aliran Salafi sebagai pembanding.

Akhirnya sebuah kunci saya dapatkan. Imam Abu Hasan al-Asy`ari tidaklah membuat sebuah aliran baru dalam Islam, ia tidak mendirikan sebuah mazhab akidah baru dan mengaku sebagai ahlusunah. Ia tidak lain adalah seorang perumus akidah Islam yang telah ada pada saat itu. Ia merumuskan dan menyimpulkan akidah yang dianut oleh para kaum generasi awal Islam melalui riwayat-riwayat dan pengajaran yang telah tersebar saat itu untuk memisahkan antara akidah yang murni dan akidah yang telah tercampur tangan-tangan kelompok Muktazilah, Syiah, dan kelompok lainnya.

Jika kita berpikir bahwa imam Abu Hasan al-Asy`ari adalah seorang pendiri mazhab, maka kita akan sampai kepada pertanyaan di atas tadi, “kenapa mazhab ahlusunah baru berdiri tiga ratus tahun setelah Rasulullah wafat?”, namun jika pikiran itu kita rubah, maka pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya.

Ilmu tajwid telah ada sejak saat Rasulullah membacakan al-Quran kepada para sahabat, namun baru dirumuskan setelah sekian puluh tahun kemudian. Begitu juga ilmu nahwu, ilmu hadis riwayat maupun dirayat, dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Maka hal yang serupa juga terjadi dalam ilmu akidah, meski imam Abu Hasan al-Asy`ari bukanlah orang yang pertama merumuskan akidah Islam. Sebelumnya telah ada orang-orang seperti imam Abu Hanifah dengan al-Fiqh al-Akbar-nya dan imam Abu Ja`far al-Thahawi dengan al-Aqidah al-Thahawiyah.

Maka imam Abu Hasan al-Asy`ari tidaklah mendirikan mazhab baru, ia merumuskan akidah Islam sejak generasi awal Islam lalu kemudian ia ajarkan kepada murid-muridnya, dan para murid-murid itu mengajarkan kepada generasi setelahnya hingga para murid itu dikenal sebagai muridnya imam Asy`ari dan disebut dengan Asy`ariyah atau para pengikut imam Asy`ari. Sejak saat itu, tradisi ilmu yang diwariskan oleh imam Asy`ari telah mampu melindungi akidah Islam dari serangan berbagai pihak baik dari luar Islam seperti filsafat Yunani ataupun dari dalam Islam seperti kaum Muktazilah, Murji`ah dan Jabariyah.

Tradisi keilmuan itu pun diteruskan dan dilestarikan oleh para ulama hingga saat ini. Maka jika kita memperlajari sejarah peradaban Islam khususnya dalam masalah akidah, kita akan melihat nama-nama para ulama besar yang meneruskan tradisi keilmuan ini. Sebut saja imam al-Qurthubi penulis tafsir al-Jami` li Ahkam al-Qur’an, imam Ibnu Katsir penulis tafsir Tafsir al-Qur’an al-Adzim, imam Fakhruddin al-Razi penulis tafsir Mafatih al-Ghayb, imam al-Baghawi, Syihabuddin al-Alusi, Jalaluddin al-Suyuthi, al-Khatib al-Syarbini, imam Daruquthni, imam Ibnu Hibban, al-Khatib al-Baghdadi, Imam Nawawi, Imam Ghazali, Ibnu Asakir, Ibnu al-Jauzi, dan ratusan nama lain yang jika saya tuliskan semuanya maka tulisan ini hanya akan penuh dengan nama-nama ulama dan tidak lagi ringkas seperti yang saya niatkan.

Maka, tidak heran jika imam Tajuddin al-Subki menuliskan dalam kitab Thabaqat al-Syafi`iyah al-Kubra, “Saya mengetahui bahwa seluruh pengikut mazhab imam Malik adalah Asy`ariyah, tidak ada pengecualian satupun. Mayoritas pengikut mazhab imam Syafi`i juga adalah Asy`ariyah kecuali beberapa orang yang masuk golongan Mujassimah dan Muktazilah yang Allah tidak peduli kepadanya. Mayoritas pengikut mazhab Hanafi juga adalah Asy`ariyah, yaitu meyakini seperti yang diyakini imam al-Asy`ari, tidak ada yang keluar dari mereka kecuali beberapa orang yang masuk menjadi Muktazilah. Dan para pembesar mazhab Hanbali juga Asy`ariyah, tidak ada yang keluar darinya kecuali beberapa orang yang masuk golongan Mujassimah.”

Jika saja Asy`ariyah bukanlah ahlusunah, maka siapa ahlusunah itu? Jika ahlusunah diartikan secara umum sebagai kaum yang berjalan di atas jalan sunah Rasulullah dan para generasi awal Islam, para ulama besar di atas pun berjalan di atasnya bahkan mereka tidak hanya berjalan namun juga mengembangkan, melestarikan dan mengabdikan dirinya demi menjaga sunah Rasulullah. Dan jika ahlusunah diartikan sebagai sebuah kelompok tertentu, maka kelompok manakah itu? Apakah para ulama besar tadi harus dikeluarkan dari kelompok ahlusunah yang selamat dari neraka?

Telah banyak buku-buku yang membahas penyimpangan Muktazilah, Murjiah dan beberapa kelompok menyimpang lainnya. Buku-buku itu pun telah disusun sejak ratusan tahun lalu, sejak masa imam Abu Hasan al-Asy`ari bahkan sebelumnya. Maka, jika memang Asy`ariyah bukanlah ahlusunah, maka coba sebutkan buku-buku yang berisi tentang penyimpangan kelompok Asy`ariyah yang ditulis sejak awal abad meninggalnya imam Asy`ari. Karena jika tradisi keilmuan kelompok Asy`ariyah adalah sesat, pasti hal itu tidak akan tersembunyikan oleh zaman, dan pasti telah banyak buku yang membahas kesesatannya sejak lama laiknya Muktazilah, Murjiah dan Mujasimah.

Jika seperti ini, menurut saya tidak lagi penting siapa saja dan kelompok mana ahlusunah itu, tidaklah perlu untuk saling mengklaim ataupun memperebutkan nama ahlusunah. Sejarah telah membuktikan bahwa para ulama di atas telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap agama ini.

Jika anda menganggap kelompok Asy`ariyah adalah sesat dan keluar dari barisan ahlusunah, maka silahkan hapus nama-nama ulama yang berhubungan dengan Asy`ariyah dari jajaran ulama Islam dan lihat berapa nama yang tersisa di dalam daftar ulama Islam itu. Semoga bermanfaat.

Referensi:
-          Ahl al-Sunnah al-Asya`irah, Syahadah `Ulama al-Ummah wa Adillatuhum, Hamad al-Sinan, Dar al-Dhiya, Kuait, 2010
-          Syarh al-Kharidah al-Bahiyah, Ahmad bin Muhammad al-Dardir, tahkik Musthafa Abu Zayd Mahmud Risywan, Dar al-Bashair, Kairo, 2010
-          Syarh al-`Aqidah al-Thahawiyah, Abdul Ghani al-Ghanimi al-Maydani, tahkik Kamil Ahmad Kamil al-Husaini, Dar al-Bashair, Kairo, 2008
-          Tabyin Kadzib al-Muftari fi ma Nusiba ila al-Imam Abi al-Hasan al-Asy`ari, Ibnu Asakir, taklik Muhammad Zahid al-Kautsari, al-Maktabah al-Azhariyah li al-Turats, Kairo, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar