Laman

26 Mar 2013

Mengenal Media Informasi, Kekuatan Terbesar Era Globalisasi


Era industri telah berakhir dengan keberhasilan manusia menginjakkan kakinya di bulan, sejak saat itu peradaban manusia telah masuk ke era baru yang berputar jauh lebih cepat dari sebelumnya, yauti era teknologi dan informasi. Manusia sekarang tidak lagi berlomba dalam memperbanyak bahan baku seperti dengan cara imperialisme yang dilakukan oleh bangsa eropa, namun manusia saat ini telah berlomba untuk menciptakan teknologi baru dan saling berlomba untuk menguasai media informasi.

Jika kita perhatikan, ungkapan di atas ada benarnya juga. Media informasi memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk mempengaruhi manusia, bahkan media informasi bisa menggeser posisi Tuhan dalam pikiran manusia.
Dalam film Enemy at the Gate kita bisa melihat salah satu contoh peran besar yang dimiliki oleh media. Film itu menceritakan seorang sniper dalam perang antara Jerman dan Uni Soviet pada perang dunia ke dua. Soviet yang saat itu sedang terdesak hampir kehilangan percaya dirinya setelah mampu dipukul mundur oleh tentara Jerman hingga ke gerbang pertahanan di kota Stalingard. Muncullah seorang wartawan yang memiliki ide untuk mengembalikan kepercayaan diri para prajurit, dengan memunculkan seorang tokoh yang diangkat sedemikian rupa agar menjadi pahlawan bagi negaranya. Sang wartawan berulang kali menuliskan berbagai macam prestasi dari pahlawan tadi dan menyebarkannya ke seantero Uni Soviet sekaligus memberikan semangat bagi para prajurit untuk berjuang bersamanya. Pahlawan itu tak lain adalah sniper tadi.

Semangat rakyat dan prajurit pun meningkat setelah mengetahui banyak jenderal Jerman yang berhasil dibunuh oleh sniper tadi. Namanya disebut-sebut di seluruh penjuru Uni Soviet sebagai seorang pahlawan yang sangat berjasa dalam memukul mundur pasukan Jerman ketika itu. Bahkan hingga sampai saat ini terdapat sebuah museum tentang dirinya yang terletak di kota Stalingard itu.

Di sisi lain, kita telah mengenal seorang dai yang namanya sudah tak asing lagi di telinga kita, KH. Abdullah Gymnastiar, atau yang sering kita kenal dengan Aa Gym. Berita mengenai pernikahannya dengan istri keduanya menjadi berita utama di berbagai media baik media cetak dan media elektronik. Selain itu pun media banyak menerbitkan tulisan opini mengenai poligami baik pro maupun kontra, bahkan beberapa dialog dan debat tentang poligami diadakan secara live di stasiun televisi nasional.

Tak lama setelah berita itu surut, surut pula popularitas dari Aa Gym di kalangan masyarakat. Media tidak lagi menyorotinya sebagai tokoh masyarakat hingga ia seolah lenyap dari dunia luar dan kembali menjadi ustadz di pesantrennya.

Ya, itulah kekuatan media informasi. Ia bisa mengangkat seseorang hingga sampai derajat dewa dan juga ia bisa menjatuhkan dewa hingga sampai ke derajat yang hina. Media informasi memang memiliki kekuatan yang besar, tak heran jika di era informasi ini sering kita dengar ungkapan “Jika ingin menguasai dunia, Kuasailah media”.

Di satu sisi saya menyayangkan bahwa media di Indonesia saat ini terkadang tidak bisa objektif dalam memandang Islam. Di antara kasus yang sempat saya perhatikan adalah ketika terjadi unjukrasa di bunderan HI pada tanggal 14 Februari tahun lalu, saat segerombolan kelompok menyuarakan Indonesia tanpa FPI. Di tempat yang sama dalam waktu yang berbeda terdapat aksi hampir serupa yang menjadi anti teas dari unjuk rasa sebelumnya, Indonesia tanpa JIL yang diikuti oleh berbagai ormas Islam.

Terlepas dari ideologi dan pandangan anda terhadap FPI, saya menilai bahwa media saat itu tidak bisa seimbang dalam memberitakan kedua aksi ini. Beberapa waktu setelah terjadinya dua aksi itu, saya sempat memperhatikan bahwa aksi yang pertama diliput oleh sebagian besar media utama di Indonesia, semisal tempo, kompas dan detik. Dan untuk aksi ke dua, saya hampir tidak menemukan media-media utama itu memberitakannya dengan porsi yang sama, aksi itu hanya diliput oleh beberapa media Islam yang terkadang juga kurang bisa objektif dalam menuliskan berita.

Dan di sisi lain, saya menilai berbagai macam media yang membawa nama Islam juga tidak terlepas dari kritikan. Media-media Islam saat ini tidak lagi menyuarakan Islam, mereka justru menyuarakan ideologi suatu kelompok tertentu. Contohnya saja VOA-ISLAM yang banyak menyuarakan kaum salafi dengan gaya tulisannya yang khas, atau Eramuslim dan Islamedia sebagai media pembawa nama PKS. Karena berangkat dari ideologi, maka siapapun yang bersebrangan dengan ideologi yang diusung tak akan luput dari serangan, bahkan sesama muslim sekalipun. Islam yang terpojok oleh hegemoni media barat tambah terpojok karena perang ideologi di dalamnya.

Dalam pandangan saya, Islam di Indonesia nyaris tidak memiliki media Islam yang objektif, moderat dan mampu untuk merangkul golongan yang ada. Media islam yang ada saat ini tidak luput dari ideologi dan paham yang dipegang oleh tim redaksi. Ditambah lagi dengan kurangnya SDM yang mumpuni dalam bidang itu sehingga berbagai macam media itu tidak bisa lagi dibedakan apakah mereka adalah media berita dan informasi ataukah media opini dan ideologi.

Kekuatan media yang sangat besar ini akan sangat merugikan jika disalahgunakan oleh beberapa pihak untuk tujuan tertentu. Sikap netral media disalahartikan menjadi upaya untuk menyudutkan kaum yang pantas disudutkan tanpa memberikan hak jawab yang sesuai. Kebebasan pers disalahgunakan sebagai alasan untuk berbuat sebebasnya, mengangkat dan menjatuhkan siapa saja yang diinginkan oleh redaksi.

Bagi anda yang baru mengenal dunia jurnalistik, setidaknya kita bisa bedakan media informasi menjadi dua tergantung pada hal yang menjadi titik berat media tersebut. Pertama adalah media berita dan informasi. Media jenis ini menjadikan berita sebagai rubrik utama dalam setiap penerbitan. Di antara media jenis ini adalah Republika, Kompas, Tempo dan Detik, dan jika di komunitas Masisir maka media jenis ini adalah Terobosan dan Informatika.

Karena porsi yang diutamakan adalah berita, maka media jenis ini haruslah bisa menjaga sikap netral dalam setiap berita yang diangkat. Media jenis ini harus memberikan ruang opini yang adil bagi masyarakat agar terjalin komunikasi opini yang sehat dan sebisa mungkin untuk tidak memihak pada satu sisi di antara dua sisi yang berseteru.

Sedangkan jenis kedua adalah media opini. Media ini menitik beratkan kepada opini penulis ataupun opini dari media yang bersangkutan. Biasanya media jenis ini merumuskan hal yang akan menjadi topik utama dalam media dan merumuskan posisi mereka dalam hal yang hendak diangkat dalam topik tersebut. Di antara media jenis ini adalah Hidayatullah dan Sabili, dan untuk komunitas Masisir jenis ini diwakili oleh sebagian besar media baik media kekeluargaan seperti Manggala KPMB, Prestasi KSW ataupun media organisasi afiliatif seperti Sinar Muhammadiyah dan Afkar NU.

Media jenis ini tidak terlalu banyak mengangkat berita dari sebuah fenomena atau kejadian, dan media jenis ini tidak terlalu bersikukuh dengan sikap netral redaksi. Bisa saja mereka bersikap netral dengan menampung seluruh aspirasi dan ideologi yang ada, namun bisa juga mereka menentukan sikap di setiap hal yang diangkat.
Maka sekarang, perhatikan di mana medan yang akan anda geluti dan berbuatlah.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar