Laman

13 Des 2012

Telaah Kritis Terhadap Teologi Salafiyah: Pemisahan Tauhid Uluhiyah Dan Rububiyah


Image: rewayat2.com
Oleh: Fahmi Hasan Nugroho[1]
بسم الله الرحمن الرحيم, و الصلاة و السلام على أشرف المرسلين و على آله و صحبه أجمعين, أما بعد.
Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda;
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين – البخاري و مسلم
Beriman kepada Allah adalah kewajiban pertama bagi setiap manusia di muka bumi ini, sebagaimana Allah telah tegaskan dalam surat Al-A`raf 172. Allah telah mengambil janji dari setiap manusia sejak sebelum mereka dilahirkan ke alam dunia ini, sebuah janji yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak, sebuah janji yang banyak manusia telah lupa terhadapnya. Apakah Aku adalah tuhan kalian?[2]

Pembahasan tentang tauhid adalah hal pertama yang kita pelajari sebelum mempelajari lebih dalam tentang Islam dan syari`atnya. Sebagaimana sebuah bangunan yang tak akan berdiri tanpa pondasi yang kuat, maka bangunan syari`at Islam tak akan berdiri tegak tanpa adanya tauhid yang kuat.


Pada makalah kali ini, penulis akan mencoba mengangkat tentang diskursus pembagian tauhid ketuhanan menjadi Tauhid Uluhiyah, dan Rububiyah[3] yang dibawa oleh madzhab Ahlu Hadis zaman sekarang (salafiyah), dengan sedikit kritik atas teori pembagian tersebut.

Tauhid dan Pembagiannya Menurut Kaum Salafiyah
Tauhid berasal dari kata wahhada, yang berarti mengesakan. Dan secara istilah, yaitu menyendirikan Allah dengan hal-hal yang terkhusus bagiNya dari hal ketuhanan, pengaturan alam dan tentang nama-nama dan sifat-Nya.

Dengan meneliti terhadap berbagai macam ayat Al-Qur'an tentang ketuhanan, maka mereka membagi macam-macam tauhid menjadi tiga bagian;

1.      Tauhid Rubûbiyah. (Khaliqiyah)
Kata Rabb berakar dari kata Rabba – yarubbu, yang berarti memimpin, memiliki, mengumpulkan, memperbaiki, mengatur, dan mendidik. Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa Allah adalah pencipta sekaligus pengatur dari alam dan seisinya. Tidak ada yang mampu untuk menciptakan dan mengatur alam seisinya kecuali Allah semata. Tauhid inilah yang disebut sebagai fitrah manusia, yaitu mengakui bahwa hanya Allah-lah pencipta alam semesta.

Berbagai macam ayat atau hadis yang menunjukkan bahwa pencipta, pengatur dan pemberi rezeki, maka itu termasuk ke dalam dalil tentang tauhid uluhiyah. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman;
إن ربكم الله الذي خلق السماوات و الأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش يدبر الأمر ما من شفيع إلا من بعد إذنه ذلكم الله ربكم فاعبدوه أفلا تذكرون – يونس 3
يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم و الذين من قبلكم لعلكم تتقون . الذي جعل لكم الأرض فراشا و السماء بناء و أنزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم فلا تجعلوا لله أندادا و أنتم تعلمون – البقرة 21,22

2.      Tauhid Ulûhiyah. (Ibadah)
Tauhid Uluhiyah berarti meyakini bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah, dan bukan mahluk selainnya. Berbagai macam ayat dan hadis yang memerintahkan kepada manusia untuk beribadah hanya kepada Allah semata, termasuk kedalam tauhid ini. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta`ala;
إياك نعبد و إياك نستعين – الفاتحة 5
و قضى ربك أن لا تعبدوا إلا إياه – الإسراء 23

3.      Tauhid Asmâ wa shifât.
Yaitu menetapkan bagi Allah semua sifat yang memang tertulis di dalam Al-Qur'an atau hadis secara hakikat, tanpa membayangkan bentuknya sebagaimana kaum mujassimah, tanpa menyelewengkannya kepada makna lain sebagaimana kaum Asy`ariyah dan mu`tazilah, dan tanpa menyerupakan Allah dengan mahlukNya sebagaimana kaum musyabbihah.

Sebagaimana firman Allah bahwa Allah menciptakan bumi ini dengan tangan (Ayd)[4], maka mereka mengatakan wajibnya meyakini bahwa Allah memiliki tangan, dan tangan ini adalah sifat Allah sebagaimana yang tertera di dalam ayat, tanpa membayangkan bentuknya, menyerupakan tangan itu dengan mahluk-Nya atau merubahnya dengan makna lain dengan mentakwilnya[5]. Begitu juga sifat wajah, kaki, istiwa, marah, tertawa, dan beberapa kata lain yang menisbatkan sifat untuk Allah Subhanahu wa Ta`ala.

Tauhid rububiyah adalah tauhid yang diyakini oleh setiap manusia tanpa terkecuali, mukminkah ia atau kafir. Dan setiap manusia pada hakikatnya beriman kepada Allah, itulah fitrah manusia sebagaimana disebutkan dalam Al-A`raf 172 tadi. Maka, orang kafir pun meyakini bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur alam ini.

Mereka berdalil dengan beberapa dalil yang menyatakan bahwa orang kafir beriman, yaitu jika orang-orang kafir ditanya tentang siapa yang menciptakan langit dan bumi maka mereka akan menyebutkan Allah, sebagaimana yang dituliskan dalam surat Luqman ayat 25 dan al-Mu’minun 84-89[6]. Begitu juga jika orang-orang kafir itu berada di tengah laut, maka mereka akan berdoa kepada Allah dengan ikhlas, namun ketika mereka sudah kembali ke daratan, maka mereka kembali kafir dan menyekutukan Allah.[7] Oleh karena itu, meyakini tauhid rububiyah saja tanpa tauhid uluhiyah tidaklah menjadikan seorang manusia terlepas dari jeratan kafir.

Dan mereka juga berpendapat bahwa manusia tersesat hanya dalam tauhid uluhiyah. Mereka menyebutkan bahwa orang-orang kafir menjadikan makhluk selain Allah sebagai tuhan untuk disembah, seperti batu, pohon, jin, malaikat, dan sesama manusia dan menjadikannya sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah.[8]

Mereka juga berpendapat bahwa para rasul yang diutus kepada manusia sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad hanyalah untuk menegakkan tauhid uluhiyah, yaitu memerintahkan agar manusia hanya menyembah dan beribadah kepada Allah semata. Mereka beranggapan bahwa para manusia telah memiliki tauhid rububiyah di dalam diri masing-masing, dan telah meyakini bahwa pengatur semua alam ini adalah Allah.[9]

Mereka juga berdalil bahwa umat kristiani pun beriman dengan tauhid rububiyah. Hal itu terlihat bahwa meski umat kristiani meyakini adanya trinitas dalam teori ketuhanan mereka (Uluhiyah), tetapi sesungguhnya para umat kristiani pun tidak meyakini trinitas dalam pengaturan alam semesta ini (Rububiyah). Mereka pun meyakini bahwa pencipta dan pengatur seluruh alam ini adalah tuhan Bapak (Allah), dan yesus pun tidak turut andil dalam pengaturan alam ini. Yesus menurut umat kristiani bukanlah pencipta alam sebagaimana tuhan bapak, namun Yesus menurut mereka adalah anak dari tuhan yang diutus untuk menanggung dosa seluruh manusia yang diwariskan oleh Hawa.[10]

Kritik Terhadap Pemisahan Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah
Pemisahan tauhid kepada rububiyah dan uluhiyah memiliki kerancuan dalam beberapa hal, setidaknya bisa saya simpulkan sebagai berikut;

1.      Keyakinan bahwa seluruh manusia telah beriman dengan tauhid rububiyah, meyakini bahwa tuhan (Rabb) pengatur alam hanyalah Allah.

Tertulis dalam kitab Kaifa Nafham al-Tauhid sebagai berikut;
“Para orang musyrik sebenarnya telah beriman kepada Allah dengan pasti, dan mereka bertauhid kepadanya dengan tauhid Rububiyah yang sempurna dan tidak menyandingkan-Nya (dalam tauhid rububiyah) dengan sesuatu apapun. Atau dalam artian, merekapun beriman bahwa Allah adalah tuhan (Rabb) mereka dan tuhan (Rabb) segala sesuatu…”[11]
“Sangat mengejutkan dan mengherankan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid kepada Allah dan ikhlas beriman kepada-Nya[?], daripada orang mukmin yang bertawassul dengan para wali dan orang-orang shaleh lalu meminta syafa`at kepada mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah! Abu Jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid dan lebih ikhlas beriman daripada orang yang bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah!”[12]

Teori ini menyebutkan bahwa seluruh manusia hingga orang kafir pun memiliki tauhid rububiyah, dan manusia hanya tersesat dalam tauhid uluhiyah. Keimanan manusia dalam tauhid rububiyah tidaklah melenceng, karena semuanya meyakini bahwa Allah adalah Rabb pencipta alam dan isinya, namun manusia tersesat karena menjadikan selain Allah sebagai Ilah yang mereka sembah. Sebagaimana catatan kaki yang ditulis oleh Syaikh Shalih Fauzan berikut;
… dan dari ketiga macam tauhid tadi, yang diinginkan adalah tauhid Uluhiyah, karena itulah tujuan dari diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab suci, dan untuk tujuan itulah adanya jihad di jalan Allah, sehingga manusia hanya menyembah Allah semata dan meninggalkan selain-Nya.
Sedangkan tauhid rububiyah—dan juga tauhid asma wa shifat—tidak diingkari oleh makhluk seorangpun. Allah Subhanahu wa Ta`ala menyebutkan berulang kali bahwa orang-orang kafir pun sejatinya meyakini bahwa Allah adalah pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, dan mereka tidak mengingkari hal ini. Namun jika manusia mencukupkan tauhid macam ini, maka itu tidak akan memasukkannya ke dalam golongan umat Islam, karena Rasulullah memerangi kaum yang mana mereka juga meyakini tauhid rububiyah[?] dan menghalalkan darah dan harta mereka.[13]

Mereka juga berkata bahwa tauhid rububiyah adalah fitrah seluruh manusia sebagaimana tertulis dalam al-A`raf 172 dan beberapa hadis yang menyebutkan tentang itu[14]. Maka mereka berpendapat bahwa siapa yang menafikan teori adanya rububiyah di dalam hati seluruh manusia, berarti telah menafikan fitrah yang telah Allah berikan.

Lalu sekarang terdapat pertanyaan, Apakah seluruh manusia meyakini bahwa Allah adalah pencipta??
Di dalam al-Qur’an, Allah merekam perkataan Fir`aun kepada kaumnya, Akulah Tuhan (Rabb) kalian yang tertinggi![15]. Dan juga perkataannya “Hai kaumku, aku tidak tahu ada tuhan bagi kalian selainku!”[16] Jika memang teori itu benar, yakni sesungguhnya orang kafirpun meyakini bahwa Rabb yang menciptakan adalah Allah, maka bagaimana dengan pengakuan Fir`aun yang menyatakan bahwa ia adalah Rabb? Dan tidak ada tuhan selainnya? Ayat ini menegaskan bahwa iapun tidak meyakini adanya tauhid rububiyah.
Dan perkataan raja Namrud yang diceritakan dalam al-Qur’an, “Aku menghidupkan dan mematikan!”[17] jelas menunjukkan bahwa Namrud sama sekali tidak meyakini adanya tauhid rububiyah, bahkan ia mengakui bahwa dirinya bisa menghidupkan dan mematikan.
Lalu dalam sebuah riwayat dikatakan;
…Al-Mughirah berkata:…… kami dahulu menyembah batu dan berhala, dan jika kami melihat ada batu yang lebih bagus dari batu itu, kami buang batu itu dan kami ambil batu yang lain, kami tidak mengenal Tuhan (Rabb) hingga Allah mengutus seorang rasul dari golongan kami dan menyeru kami kepada Islam, maka kami ikuti dia……”[18]
Teori bahwa kaum jahiliyah sebelum Rasulullah meyakini adanya rabb sebagai pencipta tertolak oleh pernyataan seorang sahabat sendiri. Maka, pada dasarnya kata Rabb dan Ilah adalah satu, orang yang beriman maka ia telah mengakui bahwa Allah pencipta dan hanya Allah yang pantas untuk disembah. Sedangkan orang yang mengetahui adanya tuhan yang mencipta dan mengatur, belumlah disebut beriman, karena konsekuensi dari sebuah keimanan adalah meyakini bahwa Allah-lah Sang pengatur dan hanya Allah-lah yang patut untuk disembah. Terdapat perbedaan yang jelas antara sekedar mengetahui dan mengimani.
Dan teori bahwa orang kafir tidak menyekutukkan Allah dalam rububiyah tidak sepenuhnya benar. Allah berfirman dalam al-Ahqaf ayat 4 ketika Allah menantang kepada orang kafir “Perlihatkan kepadaku, apa yang telah mereka ciptakan dari bumi?”[19]. Ayat ini menunjukkan bahwa orang kafir pun menyekutukan Allah dalam rububiyah, yaitu dengan meyakini bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah bisa memberikan manfaat dan mudharat. Maka Allah menantang mereka, jika mereka bisa menciptakan sesuatu (seperti keyakinan mereka) maka perlihatkanlah!
Belum lagi jika melihat kepada berbagai bentuk keyakinan yang ada di berbagai belahan bumi. Terdapat kaum atheis yang meyakini bahwa alam tercipta dengan sendirinya secara kebetulan. Dan juga orang yang meyakini adanya berbagai macam dewa; dewa hujan, dewa kesuburan, dewa bumi, dewa petir, dan lusinan dewa lainnya sebagaimana orang Yunani dahulu dan sebagian orang Asia Timur. Mereka meyakini bahwa pengatur alam ini adalah dewa-dewa yang bermacam-macam, maka di mana letak kebenaran teori bahwa seluruh manusia tidak sesat dalam tauhid rububiyah?
2.      Pemisahan tauhid menjadi rububiyah dan uluhiyah, secara tidak langsung telah memisahkan makna kata rabb dan Ilah.
Pemisahan keduanya berarti mengkhususkan kata Rabb hanya bermakna tuhan pengatur dan pencipta alam (tauhid Rububiyah), dan kata Ilah hanya bermakna tuhan yang patut disembah (tauhid Uluhiyah). Seperti dalam al-Baqarah 163[20], ayat ini ditujukan untuk tauhid uluhiyah, dengan dalih seluruh manusia telah mengetahui bahwa Rabb mereka adalah Allah maka ayat ini turun dengan redaksi kata Ilahukum.

Namun hakikatnya, kata Rabb adalah sinonim dari kata Ilah. Maka terkadang kita menemukan kedua kata itu dengan masing-masing kedudukannya sebagai pencipta dan tuhan yang patut disembah, dan terkadang kita menemukan penggunaan kedua kata itu secara terbalik. Seperti dalam al-Mu`minun ayat 91[21], Allah menggunakan redaksi kata Ilah namun bermakna pencipta. Atau dalam surat Thaha ayat 52[22], Allah menggunakan redaksi kata Rabb namun bermakna tuhan yang disembah.

3.      Teori bahwa tauhid rububiyah tidak menjadikan seseorang masuk kepada Islam.
Syaikh Shalih Fauzan menuliskan;
“Jika tauhid rububiyah saja telah cukup, maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak akan memerangi kaum musyrik, bahkan tak ada keperluan lagi untuk diutusnya para rasul…”[23]

Dan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh menulis;
“Meskipun mereka (orang kafir) berikrar kepada Allah dalam rububiyah[?], namum mereka belum masuk kepada Islam, dan Allah menetapkan bahwa mereka masih dalam keadaan kafir, musyrik, Allah menjanjikan bagi mereka neraka dan kekekalan di dalamnya, dan Rasulullah menghalalkan darah dan harta mereka, karena mereka tidak memenuhi konsekuensi tauhid rububiyah, yaitu tauhid dalam ibadah”[24]

Teori ini muncul karena pemisahan keimanan menjadi dua, tauhid rububiyah dan uluhiyah. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa mengetahui Allah sebagai pengatur alam tidak disebut beriman ataupun bertauhid, dan mereka pun tidak disebut beriman dan bertauhid sebelum menyatakan masuk Islam dan beribadah dengan syari`at Islam.

Dalam surat Fusshilat ayat 30[25] dinyatakan, barang siapa yang berkata “Rabbuna Allah” lalu beristiqomah, maka ia akan selamat. Lalu, orang kafir disebut telah bertauhid dengan tauhid rububiyah, mereka telah mengenal bahwa Rabb mereka adalah Allah. Jika teori mereka itu benar, maka orang kafir juga akan termasuk dalam khithab ayat ini.

Dan dalam sebuah hadis tentang pertanyaan malaikat di dalam kubur disebutkan pertanyaan dengan redaksi “Man Rabbuka?”, jika orang kafir telah mengetahui bahwa rabb mereka adalah Allah, maka mereka akan selamat dari pertanyaan dua malaikat itu. Lalu siapa yang tidak selamat?

Firman Allah dalam al-Hujurat ayat 14,[26] ditujukan kepada orang munafik yang telah mengucapkan syahadat dan mengerjakan sebagian syari`at Islam, namun mereka pun tidak bisa disebut beriman karena tidak memiliki iman dalam hati mereka. Lalu bagaimana dengan orang musyrik yang sama sekali tidak mengucapkan syahadat dan mengerjakan perintah Allah?

Maka, apa yang mereka sebut dengan tauhid rububiyah dan uluhiyah, sebenarnya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Tidak ada tauhid rububiyah tanpa tauhid uluhiyah, ataupun sebaliknya. Ketika seseorang sudah masuk Islam, meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka kedua tauhid ini terdapat dalam dirinya. Ataupun ketika seseorang mengetahui sebagian sifat rububiyah, ia belumlah disebut bertauhid ataupun beriman.

Teori seperti ini bahkan telah membuat sebuah tempat di antara iman dan kafir, yaitu menyebut sebagian orang kafir (yang tidak bersyahadat) sebagai orang yang beriman (dengan tauhid rububiyah), dan menghukumi sebagian orang mukmin sebagai orang kafir seperti mereka, karena dianggap menjadikan kuburan dan orang-orang shaleh sebagai perantara.

4.      Teori bahwa para rasul yang diutus kepada manusia hanyalah untuk menegakkan tauhid uluhiyah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menuliskan dalam Kasyf al-Syubuhat;
“… Dan rasul yang terakhir adalah Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam. Ialah yang telah menghancurkan (berhala-berhala) yang berbentuk orang shaleh, diutus oleh Allah kepada suatu kaum yang tetap beribadah, tetap berhaji, bersedekah, dan banyak menyebut nama Allah. Namun mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dan Allah…”[27]
“Al-Qur'an banyak menyebutkan bahwa tauhid uluhiyah adalah kunci dari dakwah para rasul. Dan para rasul diutus oleh Allah pertama kali adalah untuk menyeru kepada mentauhidkan Allah dan ikhlas beribadah hanya kepadanya”[28]

Jika para rasul hanya diutus untuk menegakkan tauhid uluhiyah, maka terdapat sebuah pertanyaan, apakah para rasul itu tidak diperintahkan untuk menjelaskan tentang Allah dan penciptaannya (karena orang kafir disebut telah mengetahuinya)?

Justru sebaliknya, para rasul pun dibebani untuk menjelaskan kepada mereka bahwa pencipta alam ini adalah Allah. Mari perhatikan di beberapa ayat ini; perkataan Nabi Ibrahim dalam al-Anbiya 56[29], perkataan Nabi Musa dalam al-Syu`ara 24-26,[30] Nabi Shaleh dalam Hud 61, dan ayat untuk Nabi Muhammad dalam al-Baqarah 21, al-Nisa 1, al-An`am 95-102, al-A`raf 54, Yunus 3-6, al-Ra`d 2-4, al-Nahl 1-22, dan masih banyak ayat lainnya. Ayat-ayat ini tidak lain adalah untuk mengenalkan kepada manusia bahwa pencipta dan pengatur alam ini adalah Allah dan bukan berhala-berhala yang mereka sembah. Jika memang sejatinya manusia telah mengenal Allah sebagai pencipta dan pengatur, maka tak perlu lagi para rasul mengenalkan tentang penciptaan alam ini. Namun ayat Al-Qur'an justru menunjukkan hal yang berbeda, Allah menjelaskan bahwa diriNya adalah pencipta dan pengatur. Wallahu A`lam.

Kesimpulan
1.      Perkataan bahwa orang kafir sejatinya beriman dengan tauhid rububiyah tidak bisa sepenuhnya diterima, karena mengetahui sebagian ciri-ciri rububiyah tidak disebut sebagai sebuah keimanan.
2.      Jenis kesyirikan menurut mereka adalah satu jenis, yaitu mengenal Allah sebagai pencipta namun sesat dengan menjadikan mahluknya sebagai perantara. Padahal masih terdapat beberapa jenis kesyirikan lain seperti kaum yang menganut paganisme dan kaum atheis.
3.      Sebagian kaum paganis justru meyakini bahwa dewa atau benda-benda yang mereka sembah bisa mendatangkan manfaat dan mudharat, bisa melindungi dan mengatur alam. Itu adalah ciri-ciri dari rububiyah, dan mereka juga sesat dalam rububiyah.
4.      Kaum atheis dan sebagian kaum ilmuan tidak meyakini adanya tuhan, mereka berkata bahwa alam ini terjadi secara kebetulan.
5.      Menghukumi sebagian orang mukmin dengan kafir, layaknya orang kafir yang beriman dengan rububiyah namun tidak dengan uluhiyah. Perkataan ini sama sekali tidak bisa diterima. Karena terdapat perbedaan jauh antara orang yang telah mengucapkan syahadat dan tidak.
6.      Dikotomi (pemisahan) tauhid rububiyah dari tauhid uluhiyah menjadikan pemahaman bahwa orang kafir pun telah sedikit beriman. Padahal definisi iman menurut mereka mencakup keyakinan, ucapan dan perbuatan.
7.      Perkataan bahwa para rasul hanya diutus untuk tauhid uluhiyah tertolak dengan beberapa ayat yang penulis sebutkan.
8.      Kata Rabb dan Ilah adalah sinonim, Ilah terkadang digunakan dalam rububiyah sebagaimana Rabb juga terkadang digunakan dalam Uluhiyah.
9.      Penulis sepakat dengan klasifikasi ayat-ayat dan hadis kepada rububiyah dan uluhiyah, hanya tidak sepakat jika keduanya adalah dua hal yang terpisah. Karena orang yang telah menyatakan keimanannya berarti ia telah meyakini dua hal tadi, dan orang yang tidak menyatakan keimanannya maka ia sama sekali tidak meyakini keduanya.
10.  Penulis juga sepakat tentang beberapa ayat yang menunjukkan bahwa orang kafir mengetahui rububiyah, namun itu tidak berarti mereka beriman dan bertauhid. Dan juga ayat itu hanya mencakup sebagian dari orang kafir, tidak seluruhnya.

Penutup
Kita sepakat bahwa orang yang telah beriman bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ia telah termasuk ke dalam golongan kaum muslim dan dijanjikan surga oleh Allah. Dan untuk urusan keyakinan dalam hati, pendapat-pendapat dan buah pikiran maka serahkan kepada Allah, jika Allah meridlai maka Allah akan menyelamatkan, namun jika Allah tidak meridlahi semoga Allah memberikan petunjuk. Shallallahu `ala nabiyyina Muhammad wa `ala alihi wa shahbihi ajma`in.

Daftar Pustaka
Al-Qur'an al-Karim
Abdul Wahhab, Muhammad bin Abdullah bin. Kasyf al-Syubhât. Mamlakah Arabiyah Su`ûdiyah: Wizârah al-Syu`ûn al-Islâmiyah wa al-Awqâf wa al-Da`wah wa al-Irsyâd. Cet. I, 1997. Maktabah Syâmilah.
_____________, Risâlah li Syaikh al-Islâm Muhammad bin Abdul Wahhâb Yujîbu fîhâ `an Su’âl haula Ma`na Lâ Ilâha Illallâh.tt. Maktabah Syâmilah.
Al-Ahmad, Muhammad bin Riyadh. Tadzkîr al-Mu’minîn bi Fatâwâ Arkân al-Dîn, min Ajwibah al-Imâmain `Abdul `Azîz bin Bâz wa Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin. Beirut: `Alam al-Kutub (2003)
Al-Hanafi, Ibnu Abi al-`Izz. Syarh al-`Aqîdah al-Thahâwiyah. Cairo: Dar al-Aqidah. Cet. I, 2004.
Al-Qaradhawi, Yusuf. Fushûl fî al-`Aqîdah baina al-Salaf wa al-Khalaf. Cairo: Maktabah Wahbah. Cet. I, 2005.
Alu Syaikh, Shalih bin Abd al-`Aziz bin Muhammad, Dkk. Ushûl al-Îmân fi Dlau’i al-Kitâb wa al-Sunnah. Mamlakah Arabiyah Su`ûdiyah: Wizârah al-Syu`ûn al-Islâmiyah wa al-Awqâf wa al-Da`wah wa al-Irsyâd. Cet. I, 2000. Maktabah Syâmilah.
Azeem, Sherif Abdel. Women in Islam versus Women in The Judaeo-Christian Tradition: The Myth & The Reality. Alexandria: Conveying Islamic Message Society. Tt.
Basymil, Muhammad bin Ahmad. Kaifa Nafham al-Tauhîd.  Al-Ri’âsah al-`Âmmah li Idârât al-Buhûts al-`Ilmiyah wa al-Iftâ wa al-Irsyâd, Idârah al-Thab`i wa al-Tarjamah. Cet. I, 1987. Maktabah Syâmilah.
Kamil, Umar Abdullah. Al-Inshâf fî mâ Utsîra Haulahu al-Khilâf. Cairo: Al-Wabil al-Shayyib. Cet. II, 2011.
Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Tahdzîb Syarh `Aqîdah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ`ah. Cairo: Dar al-Furqan. Cet. I, 2009.


[1] Makalah disampaikan pada kajian Byzantium di Cairo Jum`at 10 Februari 2012
[2] وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ – الأعراف 172
[3] Sedangkan tauhid asma wa shifat sengaja tidak penulis bahas panjang lebar di sini.
[4] Adz-Dzariyat 47
[5] Sedangkan Asya`irah mentakwilkan kata ayd di sini dengan kekuatan atau kemampuan sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ats-tsauri. Lihat tafsir Ibnu Jarir At-Thabari, Ibnu Katsir, Jalalain, Zamakhsyari dan Thantawi.
[6] وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ – لقمان 25
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ . قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ . قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ – المؤمنون 84-89
[7] فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ – العنكبوت 65
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ – يونس 22
[8] أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى – الزمر 3
[9] Muhammad bin Abdul Wahhab, Kasyf asy-Syubhat. Pembahasan kedua, penjelasan tentang dalil bahwa orang musyrikin yang diperangi rasul meyakini Tauhid Rububiyah. Maktabah Syamilah.
[10] Dr. Sherif Abdel Azeem, Women in Islam versus women ini the Judaeo-Christian Tradition; The Myth & The Reality. Hal. 13.
[11] فقد كان هؤلاء المشركون يؤمنون بوجود اللّه إيمانًا جازمًا ويوحدونه في الربوبية توحيدًا كاملًا لا تشوبه أية شائبة ، أي أنهم كانوا يعتقدون أنه تعالى ربهم ورب كل شيء – "كيف نفهم التوحيد" باب إيمان امشركين بالله
[12] Ibid, bab tauhidnya abu jahal dan abu lahab.
[13] Ibnu Abi al-`Izz al-Hanafi. Syarh al-`Aqidah al-Thahawiyah. Cairo: Dar al-`Aqidah (2004). Catatan kaki halaman 28-29. Begitu juga sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Abi al-`Izz dan Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dalam beberapa halaman sebelumnya.
[14] كل مولود يولد على الفطرة فأباه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه – البخاري, مسلم, الترمذي, أحمد
خلقت عبادي حنفاء فاجتالتهم الشياطين – مسلم, أحمد, الطبراني, البيهقي
[15] فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى – النازعات 24
[16] يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي – القصص 38
[17] QS. Al-Baqarah 258.
[18] Sebuah hadis panjang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Mustadrak. Kitab pengenalan tentang sahabat radhiyallahu `anhum. Dalam manakib Al-Mughirah bin Syu`bah. Maktabah Syamilah.
[19] قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ ائْتُونِي بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هَذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ – الأحقاف 4
[20] و إلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم – البقرة 163
[21] مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ – المؤمنون 91
[22] قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى – طه 52
[23] Ibnu Abi al-`Izz al-Hanafi. Syarh al-`Aqidah al-Thahawiyah. Cairo: Dar al-`Aqidah (2004). Catatan kaki halaman 30.
[24] Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh. Ushul al-Iman fi Dlau’i al-Kitab wa as-Sunnah. Pembahasan ke dua, penjelasan bahwa ikrar dengan tauhid rububiyah tidak menyelamatkan dari adzab. Maktabah Syamilah.
[25] إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ – فصلت 30
[26] قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ – الحجرات 14
[27] Muhammad bin Abdul Wahhab. Kasyf al-Syubhat. Pasal pertama, penjelasan tentang tujuan utama diutusnya rasul adalah menegakkan tauhid ibadah. Maktabah Syamilah.
[28] Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh. Ushul al-Iman fi Dlau’i al-Kitab wa as-Sunnah. Tujuan ke dua, penjelasan pentingnya tauhid uluhiyah dan ialah asas dari dakwah para rasul.
[29] قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ – الأنبياء 56
[30] قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ . قَالَ لِمَنْ حَوْلَهُ أَلَا تَسْتَمِعُونَ . قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آَبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ – الشعراء 24-26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar