Laman

26 Feb 2011

Kopi Susu: Keilmuan Al-Azhar diragukan? Tunggu dulu....!!!

Sobat! Tidak ada hal yang boleh kita sesalkan di dunia ini, bahkan bersyukurlah! Karena mungkin dari sesuatu yang kita jalani, meskipun itu tidak menyenangkan, pasti ada sisi baiknya! Meskipun kita tidak tahu kapan akan menyadarinya atau apa sisi baik dari hal itu.

Pertama, ane bersyukur, dengan izin Allah, bisa merasakan berdiri di tengah-tengah sebuah kampus tertua di dunia, yang konon *katanya* di barat aja belum ada kampus ketika Al-Azhar berdiri. Memang, dengan membawa nama Al-Azhar di jidat, berarti membawa tanggung jawab yang besar juga, selain pasti akan dipertanggungjawabkan di rumah nanti, mendapatkan ilmu ‘standar’nya mahasiswa Al-Azhar pasti sangatlah sulit! Itulah yang dinasehatkan oleh ayahku, ayah nomer satu di Dunia!

Bersyukur, karena Mesir adalah negara yang sangat menghargai perbedaan, meskipun mereka masih memiliki rasa *rasis*, tapi kita tidak akan membahas itu di sini… hehe. Yang ane lihat dari Mesir, Mesir adalah negara yang berperadaban tua, setelah dijajah oleh beberapa bangsa diantaranya kerajaan Byzantium, lalu Kerajaan Islam, dan Inggris, lalu terjadi berbagai macam pergantian kekuasaan dan sebagainya. Begitu juga dari segi ideologi Islam, aliran Syi`ah pernah berkembang pesat di negeri ini, pada masa itulah Al-Azhar berdiri, lalu alirannya berganti lagi menjadi dominasi Sunni. Dan juga madzhab Imam Laits pernah berkembang di sini, lalu diteruskan dengan kedatangan imam Syafi`i ke Mesir dan mengajarkan ilmunya, dan banyak juga pengikut madzhab Maliki dan Hanbali yang tersebar di sini.

Intinya, dengan pengalamannya menghadapi berbagai macam perbedaan yang ada di dalamnya, Mesir membuka tangannya lebar-lebar dalam menghargai segala macam perbedaan itu. Ane bersyukur, karena bisa mendapatkan jawaban dari berbagai pertanyaan yang selama ini membusuk di tempurung kepala tentang banyak hal.

Dalam fiqh misalnya, *karena jurusan ane emang di sana*, kita akan dikenalkan tentang perbedaan para ulama dalam memahami suatu permasalahan, kita dilatih untuk peka terhadap apa yang kita anggap benar dengan melihat dalil-dalil yang menjadi rujukan masing-masing, dan tidak ada pemaksaan kita HARUS mengikuti salah satu di antara perbedaan pendapat tersebut.

Tidak terasa, secara tidak langsung ane telah masuk ke dalam perang ideologi antara dua negara yang telah berseteru kurang lebih sejak abad delapan belas masehi, yaitu Arab Saudi dengan paham salafinya dan Mesir dengan pemahaman moderatnya. Mungkin di antara sobat ada yang pernah bilang atau dibilangin “kenapa mengambil ilmu di Mesir yang ilmunya masih ‘diragukan’ tapi bukannya di Madinah yang sudah diakui?”, apa jawaban ane?

Satu! Seperti yang disebutkan di atas, Mesir khususnya Al-Azhar mengajarkan kita tentang menghadapi perbedaan, mengajarkan agar menghargai perbedaan, mendengan pendapat orang lain tanpa menyalahkannya, memilih dengan keyakinan sendiri pendapat yang paling pas dengan hati nurani, dan tidak ada paksaan untuk mengikuti suatu paham dan menyalahkan yang lain. Kalau di lihat, ketika kita shalat di masjid, maka kita akan temukan berbagai macam orang shalat dengan cara madzhab yang mereka pelajari masing-masing, dan pastinya itu semua berdasarkan dari ijtihad ulama mereka dalam memahami sumbernya.

Dua! Tidak ada pembatasan dalam mencari ilmu, segala macam thariqoh sufi ada di sini, segala madzhab ada di sini, dari talaqqi hadits, fiqh, Qur’an, Qiro’at, dan lainnya. Buku dijual bebas, dari buku berfaham salafi, syi`ah, sunni, atau yang lainnya, bahkan dijual murah dan memang mendapatkan subsidi dari pemerintah! Tidak ada pembatasan kita dilarang membeli buku dari pengarang ini atau itu, dan tidak ada penentuan kita harus membeli dari percetakan ini dan dilarang membeli dari percetakan itu.

Tiga! Jika memang Mesir masih diragukan keilmuannya, maka orang yang meragukan itulah yang harus diragukan keilmuannya. Bagaimana sebuah pusat ilmu yang masih berdiri hingga kini, didatangi para pelajar dari seluruh dunia, dengan perpustakaannya, doktor-doktornya, dan segala sesuatunya, masih diragukan keberadaannya? -dibalik segala macam kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa dan sistem belajar yang tradisional-.

Empat! Di samping Al-Azhar sebagai pusat ilmu di negeri ini, banyak juga terdapat halaqah-halaqah keilmuan yang masih berpegang teguh dengan sistem sanad, entah itu sanad hafalan atau hanya sebatas membaca atau mendengar. Maka akan kita temui halaqah yang mengajarkan kitab-kitab fiqh madzhab Syafi`i dengan sanad yang bersambung hingga pengarang kitabnya, bahkan bersambung kepada Imam Syafi`i, begitu juga shahih Bukhari, Muslim, Riyadusshalihin, Adzkar, dan masih banyak yang lainnya *yang ane juga kurang tahu banyak*.

Lima! Jika benar Arab Saudi diakui akan keotentikan ilmunya, apakah telah diadakan telaah dari segi sejarah mengenai pergolakan ideologi semenjak zaman Imam Malik hingga ada perebutan kekuasaan daerah hijaz antara Turki Usmani dan kerajaan Saud dengan tersebarnya paham salafi dan penghapusan paham lainnya di daerah hijaz hingga banyak korban berjatuhan karena perbedaan ideologi ketika abad itu? Kalau misalkan, mempelajari ilmu Imam Syafi`i di Mesir berarti telah menjauh dari ‘manhaj’ Rasulullah dan salafussalih? Bukankah Imam Syafi`i belajar kepada bermacam ulama di antaranya Imam Malik? Lalu Imam Malik belajar kepada banyak ulama diantaranya Imam Nafi` bekas budak sekaligus murid dari Abdullah bin Umar, lalu Abdullah bin Umar belajar dari Rasulullah dan beberapa sahabat yang dituakan?

Maka, tidak ada yang mengetahui kebenaran yang benar-benar diterima oleh Allah kecuali Allah sendiri, tidak ada hak bagi kita untuk menghukumi sesuatu dengan salah lalu menegaskan bahwa ibadahnya tidak akan berpahala, maka siapakah yang memberi pahala? Kita kah? Selama tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan secara umum, maka tidak ada salahnya jika kita menghargai pendapat orang lain! Selama masih mengambil dari Al-Qur'an dan Hadits, kenapa mesti dihukumi salah?

Intinya, semakin banyak ilmu yang kita dapat, semakin banyak sumber yang kita terima, dan semakin banyak pengalaman yang kita alami, maka kita akan semakin bijak. Semoga kita diberi kekuatan tanpa lelah dalam menyelami ilmu Allah yang takkan habis hingga kita tiada, dengan tetap berharap selalu berada di dalam petunjukNya dan dalam lindunganNya. Semoga ilmu yang kita pelajari bermanfaat di dunia dan di akhirat. Amin!


2 komentar:

  1. Hmm.. Mantap tulisannya.. kapan ya Indonesia bisa seperti mesir yang masyaraktnya bisia menerima setiap perbedaan yang ada... Mantap dah... :D

    BalasHapus
  2. @Frenavit: Haha... Thanks.... Tinggal nunggu waktu, emang beda tempat pasti beda adat budaya juga... yah, semoga itu bisa terjadi, dan Indonesia damai selalu... hehe.... oh y, Selamat!! BTW anda adalah pengirim komentar pertama!! haha

    BalasHapus