Laman

23 Feb 2011

Kopi Susu: SebuahCerita di DuaTigaPebruariDuaRibuSebelas

Sobat! Hari berganti hari, taunya musim dingin sudah mulai meninggalkan daratan utara, giliran matahari merangkak naik meninggalkan tempatnya selama 4 bulan di selatan. Kini, kehidupan yang agak baru dimulai, setelah sebulan berjuang ditengah-tengah “perang dingin” melawan ujian dan suhu yang menggigit jari-jari kaki.

Tak terasa, setelah perang dingin selesai, kita disuguhkan dengan perang ideologi, antara “keras kepala”nya orang arab dan keras kepalanya “presiden” Mesir…. Siapa yang lebih keras? Haha, mungkin sobat sendiri sudah bisa menebak bagaimana kalo dua kubu sama-sama keras bertemu.

Alhamdulillah, situasi negara Mesir ini udah mulai stabil, kita bisa bebas keluyuran lagi tanpa takut diperiksa militer atau bahkan ditangkap, tidak terkurung di kamar seperti dua minggu terakhir. Terima kasih kepada teman-teman yang telah mengkhawatirkan keadaan kami di sini, terhusus kepada ibu tercinta atas segala doa dan segala hal yang tak mungkin bisa kubalas meski setiap hari kuhabiskan umurku untuk membalasnya.

Beberapa teman *hanya sekian dari duaribu sekian* ane pada pulang, namun mereka sedang waswas karena ada keputusan dari pihak asrama bahwa mahasiswa yang pulang karena kerusuhan dan belum kembali setelah satu minggu dimulainya kuliah maka mereka akan dikeluarkan!! Pertanyaan yang kini beredar di kalangan mahasiswa di Mesir adalah “Kapan perkuliahan dimulai lagi?”

“Kapan?” kalau pertanyaan ini ditujukan kepada ane, ane jawab “tumben nanyain kuliah! Ntar kalo udah mulai juga bakalan males kuliah!” haha… dasar! Tanpa memungkiri, terkadang ane juga malas kuliah, apalagi kalo udah masuk jam pelajaran ketiga, jam menunjukkan pukul satu siang, dimana pembagian jatah makanan di asrama, dan cacing-cacing unjuk rasa meminta revolusi, pilihannya antara melanjutkan kuliah dengan resiko “Penggulingan Pemerintahan” oleh cacing perut atau sebaliknya mengikuti keinginan mereka dan meninggalkan jam terakhir, dan mungkin kalian tau apa yang pasti ane ambil… hehe

Mungkin ini yang disebut dengan kekurangan dibalik setiap kesempurnaan. Mahasiswa Indonesia di Mesir bisa dibilang sangat banyak, meski jumlahnya masih kalah dengan mahasiswa Malaysia, tapi dengan jumlah yang banyak itu, apakah prestasi yang didapat sebanding dengan jumlah mahasiswanya? Dan tidak bisa dipungkiri, ketika kita memasuki kawasan “Ibu Kota” propinsi terluar Indonesia, *IndoTown! Kalo di Amerika akan kita temukan China Town* kehidupan belajar yang terbayangkan oleh orang akan sirna dengan bayangan kehidupan mencari kehidupan, entah di restoran kecil, jasa travel, hingga jasa pencucian pakaian.

Ane nggak berniat menyinggung, atau sok tau dengan keadaan, tapi beginilah keadaan yang ane baca dari “kehidupan Intelektualitas” mahasiswa Indonesia di Mesir, kita lebih semangat untuk berorganisasi daripada mengidupkan tujuan utama. Ane tinggal di asrama, secara geografis lebih dekat ke kuliah daripada ke “Ibukota”, dan merasa ketika mulai disibukkan dengan organisasi yang otomatis membutuhkan perjalanan satu jam dengan menunggu bis dan macetnya, kenapa kuliah yang menjadi kewajiban malah jadi tertinggal?

Pukulan keras itu terasa ketika bulan Desember tiba, persiapan menghadapi “Perang Dingin” yang tidak siap, sangat terasa ketika waktu empat bulan terbuang di organisasi yang *mungkin* ane pun belum merasakan kemajuan apa yang telah ane dapat selama empat bulan itu. Memang, ane tidak bisa menyalahkan organisasi atau orang yang ada di dalamnya, karena ikut organisasi atau tidak, kuliah atau tidak, itu kembali kepada minat masing masing. Tapi sekarang ane telah tentukan tujuan.

Ibu, maafkan jika selama ini aa masih belum bisa menjalankan semua nasehatmu, Ayah, maafkan jika anggukanku waktu itu masih sekedar kode agar engkau menghentikan nasehatmu, maafkan anakmu yang durhaka ini, semoga kita tetap berada di dalam lindunganNya hingga kita ditemukan kembali di alam sana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar